Senin, 31 Maret 2014

Al-Qolam Selenggarakan BIJAK II Bersama Sri Izzati

l UKM Kepenulisan Islami Al-Qolam UPI Present l

BIJAK II (Bingkai Ilmu dan Kajian Kepenulisan II)
"Meniti Hidup dengan Menulis"

Bersama : Sri Izzati (Peraih Rekor MURI Penulis Termuda di Indonesia, Penulis Novel Powerful Girls, Kado Untuk Ummi, dll)

Pelatihan Multimedia
- Desain Kreatif bersama Muldan Cahya R (Mahasiswa Teknologi Pendidikan UPI)
- Penulisan Artikel bersama Fadil Ibnu Ahmad (Founder Umatmuhammad.com, Penulis Buku Dakwah Online)
- Kode Etik Blogger bersama Andreansyah Dwiwibowo (Blogger)

Waktu dan Tempat :
Sabtu, 5 April 2014
@Gd. Ilkom UPI Lt.2
Pukul 09.00 - 15.00 WIB

HTM : Rp. 5000,- (Include Snack and Sertifikat)

Cara Pendaftaran, ketik: BIJAK2_Nama_Instansi, kirim ke 089625792489 (Ika)

Ajak teman2nya yaa.. Buruan daftar karena tempat terbatas!! 
Don't Miss It! 



Jadi Blogger Cinta Lingkungan, Bisakah?


Sumber : http://informasi-kehutanan.blogspot.com/2012/10/tentang-hutan.html
Lingkungan, tentu bukanlah kata yang asing lagi untuk kita. Setiap hari kita bertemu dengan lingkungan sekitar kita. Lingkungan kostan, lingkungan sekolah, lingkungan kampus, dan lain sebagainya. Di berbagai berita pun kita banyak menemui kasus-kasus tentang lingkungan, dimulai dari sampah yang berserakan, banjir melanda, hingga pencemaran lingkungan akibat perilaku manusia. Pada hakikatnya, setiap orang wajib untuk perduli terhadap lingkungannya, termasuk kita, para blogger.

Blogger adalah sebutan bagi para pengguna blog. Keseharian Blogger tidak jauh dari komputer, laptop, dan internet. Membuat postingan, kata-kata, tulisan, upload file, hingga foto dan video, adalah kerjaan sehari-hari dari seorang Blogger. Tipe-tipe Blogger pun banyak, dapat disesuaikan dengan ciri-ciri tulisan yang dibuatnya, tapi hal tersebut tidak perlulah kita bahas disini. Menilik isu yang ada, bisakah seorang Blogger mencintai lingkungannya? Jawabannya tentu saja BISA.

Banyak hal yang bisa seorang Blogger lakukan untuk menarik hati para BlogWalking (orang yang senang berseluncur dari satu blog ke blog lain, red). Diantaranya adalah sebagai berikut.

1. Buat Tulisan Tentang Peduli Lingkungan
Salah satu kesukaan Blogger adalah menulis. Karena itu buatlah sebanyak-banyaknya tulisan tentang lingkungan. Bisa cara-cara mempengaruhi orang untuk membuang sampah pada tempatnya. Gerakan 1000 tong sampah, misalnya. Dan lain sebagainya. Kalo kata Aa Gym : Berawal dari hal kecil, berawal dari diri kita sendiri, dan berawal dari saat ini. Yuk, kita buat tulisan tentang perduli lingkungan hidup :D
Sumber : http://rizunamarlia.blogspot.com/2013/11/tulisan-bisa-jadi-bisnis.html

2. Gunakan Energi Seefisien Mungkin
Kebanyakan Blogger (minimalnya teman-teman saya) sangat suka dengan tradisi online sambil cash laptop. Alhasil, batre kembung lah, tagihan listrik mahal lah, dan sebagainya, dan sebagainya. Sadar atau tidak, bahwa energi yang kita gunakan sebenarnya terbatas. Bisa saja sewaktu-waktu habis seketika. Bisa dibayangkan apabila energi menghilang, listrik tidak ada, dan kita hidup dengan gelap gulita? Sangat menyeramkan.. Karena itulah, dukung gerakan-gerakan penghematan energi seperti "Earth Hour", dan lain sebagainya. Yuk, budayakan hemat energi! :D
Sumber : http://teknologi.kompasiana.com/terapan/2013/11/04/masa-depan-energi-masa-depan-kehidupan--605317.html

3. Gunakan Teknologi Ramah Lingkungan
Saat ini, banyak sekali teknologi-teknologi yang baru bermunculan. Salah satu kelebihan dari teknologi tersebut adalah: Ramah Lingkungan. Sebut saja saat ini buku-buku sudah banyak yang menggunakan kertas daur ulang. Kemudian listrik atau lampu hemat daya, mobil tenaga matahari, dan lain sebagainya. Gunakanlah teknologi-teknologi seperti itu. Hitung-hitung penghematan :D
Sumber : http://merbabu.com/artikel/pemanasan_global.php

Selain itu juga, teman-teman Blogger boleh mengikuti lomba-lomba Blogger Perduli Lingkungan, salah satunya yang diadakan oleh BLOGdetik dan WWF Indonesia. Hal-hal semacam ini sangat penting menurut saya karena kita dapat meningkatkan kepedulian tentang lingkungan dan juga memberikan aksi nyata, dengan tulisan salah satunya :)

Soo, Jadi Blogger Cinta Lingkungan, Kenapa Tidak?? :)




Seluruh Ormawa Keislaman UPI Selenggarakan Kajian Bersama

Bandung, UPI

Bagaikan pelangi, UPI disinari oleh cahaya-cahaya peradaban Islam dengan ketujuh ormawa keislamannya. Al-Qolam, BAQI, SCIEmics, UPTQ, Kalam, LDK UKDM, dan Tutorial PAI-SPAI MKDU UPI mewarnai aktivitas-aktivitas keislaman di UPI dengan berbagai kegiatannya berupa seminar, kajian, pembinaan, tabligh akbar, dan lain sebagainya.

Selama ini, aktivitas ormawa keislaman di UPI seakan bergerak sendiri-sendiri tanpa adanya koordinasi dan korelasi antara satu dengan lainnya. Adalah Eko Apriansyah, koordinator bidang keagamaan FK-UKM UPI, yang menggagas adanya pergerakan bersama antar ormawa keislaman di UPI. Pergerakan bersama ini diawali dengan ta’lim yang diberi nama Kajian Akbar Universitas Pendidikan Indonesia (KABAR UPI).

KABAR UPI yang pertama ini dilaksanakan pada hari Senin, 17 Maret 2014 bertempat di lantai utama Masjid Al-Furqon UPI. Pada kesempatan ini, KABAR UPI menghadirkan Ustad Kun Kun Kurniawan, seorang aktivis keislaman yang merupakan da’i dan motivator Islam. Melalui ta’lim ini beliau berpesan kepada para pemuda yang dipenuhi semangat dakwah, bahwa para aktivis keislaman harus lebih meningkatkan ukhuwah antar sesamanya. Proses ini dimulai dari ta’aruf, tafahum, sampai ta’awun, hingga nantinya akan tercipta ukhuwah layaknya para sahabat nabi terdahulu yakni tingkatan Itsaar (mengutamakan saudaranya dibandingkan dirinya sendiri).

Acara yang bertemakan “Islam Itu Satu, lho!” ini, menjadi awal pembuka kajian-kajian terbuka dari tiap ormawa keislaman lainnya. Insya Allah, setiap ormawa keislaman akan mengadakan acara rutinan setiap hari senin ba’da ashar bertempat di masjid Al-Furqon UPI. Semoga dengan adanya kegiatan ini dapat menyemarakkan geliat dakwah di UPI serta menjadi awal terwujudnya ukhuwah antar aktivis keislaman di kampus yang bermotokan edukatif, ilmiah, dan religius ini. Aamiin. (M. Ginanjar Eka Arli)

(Artikel ini sempat diterbitkan di berita.upi.edu)

Iqbal Hidayatullah, Ketua Baru Kopma BS UPI

Bandung, UPI

Setiap amanah wajib dipertanggungjawabkan. Di kopma, bentuk forum pertanggungjawaban tersebut dinamakan Rapat Anggota Tahunan (RAT). Tahun ini, RAT XXVIII Kopma BS UPI diadakan pada hari Sabtu-Minggu, 15-16 Februari 2014 bertempat di Auditorium FPIPS lantai 6 dan Auditorium PKM Lantai 2.

Acaara yang bertemakan “Aktif, Kreatif, and Produktif. Be an Entrepreneur” ini terdiri dari dua sesi, yaitu Talkshow dan RAT. Kali ini, Talkshow RAT XXVIII Kopma BS UPI menghadirkan pemain utama film “The Right One”, Gandhi Fernando dan Tara Basro.


Dalam Talskhow-nya, Gandhi dan Tara berbagi seputar dunia perfilman, motivasi, dan wirausaha. Menurut mereka, perfilman Indonesia kurang diminati oleh khalayak umum dikarenakan lokasi dalam film yang kurang menarik, pembahasan dan pencitraan film yang kurang menyeluruh, dan atraksi yang kurang “Wah”. Selain itu, Gandhi dan Tara juga menambahkan bahwa modal utama dalam berwirausaha yaitu IT dan penguasaan bahasa. Setelah menguasai keduanya, maka perjalanan selanjutnya akan jauh lebih mudah.

Selepas siang hari, acara pun dilanjutkan dengan RAT yang membahas tentang LPJ Kepengurusan Kopma BS UPI periode 2013-2014 dan Produk Yuridis Kopma BS UPI 2014. Di penghujung acara, terpilihlah Marsella Altasari Nurhasanah (Pendidikan Ekonomi 2012) sebagai ketua tim Adhok untuk penyesuaian AD/ART Kopma BS UPI dengan UU Tentang Perkoperasian No. 17 Tahun 2012. Sedangkan untuk pengawas Kopma BS UPI periode 2014-2015 dipercayakan kepada Ristiyani Jamillia (Pendidikan Bahasa Inggris 2010), Nafesa Islah (Pendidikan Bahasa Inggris 2010), dan Fajar Agni Fauzan (IKOR 2010).


Acara dilanjutkan dengan pemilihan ketua baru Kopma BS UPI dengan mekanisme verifikasi calon, pemaparan visi dan misi calon, tanya jawab terhadap calon, dan musyawarah. Pada tahap ini, musyawarah berjalan cukup alot dan berkepanjangan. Akan tetapi, setelah melakukan lobying, terpilihlah ketua baru Kopma BS UPI periode 2014-2015 yaitu Iqbal Hidayatullah (Pendidikan Ekonomi 2011).

Pria asli Sukabumi ini memiliki visi “Dinamis, Terpadu, dan Berkelanjutan.” Dengan 17 orang pengurus baru, Iqbal siap memimpin Kopma dan mencatat sejarah baru bagi Kopma dengan struktur organisasi yang baru juga. (M. Ginanjar Eka Arli)

(Artikel ini sempat diterbitkan di berita.upi.edu)

Awali Sesuatu dengan Niat!

Bandung, UPI


“Sesungguhnya setiap perbuatan itu bergantung dengan niatnya,” papar Ustad Abdul Wahhab, Lc. Begitulah bunyi hadits pertama dalam risalah hadtis Arba’in yang kita kenal. Hal inilah yang kemudian menjadi landasan utama dalam berkegiatan bagi umat muslim di seluruh dunia.

“Syarah Hadits Arba’in” adalah tema pertama yang diangkat dalam Kajian Keilmuan Terpadu (KAMUT) Tutorial PAI-SPAI MKDU UPI. Acara ini merupakan salah satu program kerja yang bernaung di bawah Bidang Tutorial Terpadu (BTT) Biro Keilmuan. Dengan adanya KAMUT ini diharapkan dapat menjadi sarana keilmuan dan keislaman bagi seluruh mahasiswa di Universitas Pendidikan Indonesia.

KAMUT, yang semester ini perdana diselenggarakan pada hari Selasa, 18 Maret 2014, insya Allah akan diruntinkan dan dilaksanakan setiap 2 minggu sekali bertempat di lantai utama Masjid Al-Furqon UPI. Setelah sebelumnya mengundang Ust. Abdul Wahhab, Lc., seorang aktivis keislaman yang juga merupakan penulis, Tutorial berencana akan mengadakan pembinaan rutin dengan Ustad Budi Anshari, pengisi acara Khalifah di Stasiun TV Trans 7.

Bagi para mahasiswa yang berkomitmen ingin mengikuti pembinaan ini secara kontinu, dapat konfirmasi ke nomor 083822750720 dengan format: nama_jurausan/instansi_siap. (M. Ginanjar Eka Arli)

(Berita ini sempat diterbitkan di berita.upi.edu) 

Minggu, 30 Maret 2014

Menulis Untuk Peradaban!

“Tiadalah Kami mengutus dirimu (Muhammad), melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam.” (Q.S. Al-Anbiya’: 107)

Lima belas abad lalu, tepatnya pada tanggal 12 Rabiul Awal tahun Gajah (20 April 570 M), Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib dilahirkan ke dunia ini. Sosok tauladan umat, manusia yang paling jujur dan bergelar Al-Amin, pemimpin bangsa yang paling adil, orang yang paling berpengaruh sepanjang sejarah kehidupan manusia, dan panutan bagi seluruh umat muslim di seluruh dunia. 

Lima belas abad lalu, risalah Islam mulai disebarluaskan. Berawal dari wahyu yang disampaikan malaikat Jibril di gua hira’ pada tanggal 17 Ramadhan (6 Agustus 611 M), berangsur-angsur ayat demi ayat turun selama 23 tahun hingga lengkaplah mukjizat terbesar dari Nabi Muhammad Saw. sebagai pertanda telah diangkatnya beliau sebagai Nabi dan Rasul Allah di muka bumi ini.

Lima belas abad lalu, dimulailah sejarah baru kepemimpinan oleh Khulafaur Rasyidin. Abu Bakar As-Siddiq yang berfokus pada bidang sosial, budaya, dan penegakan hukum. Umar bin Khattab yang memulai ekspansi Islam ke Jazirah Arabia, Palestina, Syiria, Persia, dan Mesir. Utsman bin Affan dengan berbagai pembangunan fasilitas negara berupa bendungan, jembatan, perluasan jalan, dan masjid-masjid. Serta Ali bin Abi Thalib dengan segala kecakapannya dalam bidang militer dan strategi perang.

Lima belas abad lalu, seiring dengan terjadinya perkembangan zaman, peradaban Islam juga mulai mempengaruhi berbagai aspek kehidupan. Sistem perekonomian, ketatanegaraan, hukum perdagangan, hukum pidana, ilmu pengetahuan alam, filsafat, astronomi, geografi,  kedokteran, dan ilmu-ilmu yang lainnya yang mendapat berbagai kontribusi di bawah tokoh-tokoh ilmuwan Islam.    Dan pada masa itulah, umat Islam mencapai masa-masa kejayaannya.

Namun kini, apa yang terjadi? Umat Islam menjadi bangsa yang terpuruk dan terbelakang. Kabar-kabar dan isu-isu tentang penemuan-penemuan oleh ilmuwan Islam tidak pernah terdengar lagi. Terorisme dan perselisihan antarsaudara seiman semakin marak di layar kaca. Perang antarnegara menjadi ramai. Dan isu-isu politik mengenai berbagai kasus korupsi dan penyelewengan uang negara justru banyak dilakukan oleh para pakar politik yang notabene latar belakang pendidikannya tinggi dan beragama Islam. Mereka, yang dulu dijuluki sebagai kaum intelek dan religius, justru sekarang ini malah melakukan hal-hal yang tidak sepantasnya dilakukan oleh kaum muslim. Jadi, apa yang salah dari semuanya?

Zaman Kejayaan Islam
“..Dan masa (kejadian dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran).” (Q.S. Al-Imran: 140)

Ketika itu, Islam pernah memasuki masa-masa kejayaannya di dunia. Selama lebih dari 5 abad, berbagai filsuf, ilmuwan, dan insinyur di dunia Islam memberikan banyak kontribusi terhadap perkembangan teknologi dan kebudayaan. Didukung dengan letak geografis yang strategis, kota Mekah yang merupakan pusat perdagangan di Jazirah Arab menjadi pusat pertukaran gagasan dan barang. Akibatnya, peradaban Islam tumbuh, berkembang, dan meluas dengan berdasarkan pada kegiatan ekonomi dagangnya, berkebalikan dengan orang-orang Kristen, India, dan Cina yang membangun masyarakat dengan berdasarkan kebangsawanan kepemilikan tanah pertanian. 

Ketika itu, Islam pernah menduduki puncak ilmu pengetahuan di dunia. Berbagai macam dasar ilmu, yang saat ini berperan penting dalam berbagai konsentrasi ilmu pengetahuan dunia, sebenarnya berasal dari ilmuwan-ilmuwan Islam. Sebut saja Al-Khawarizmi sebagai penemu aljabar dan angka nol yang menjadi nadi dari ilmu matematika serta Ibnu Sina sebagai ahli astronomi, ahli filsafat, dan ahli ilmu kedokteran yang sangat terkenal dengan metode pengobatan purba dan metode pengobatan Islam di masanya. Mereka berdua adalah ilmuwan muslim yang tanpa jasanya mungkin ilmu pengetahuan yang kita ketahui tidak akan berkembang sebagaimana mestinya seperti sekarang.

Namun, masa-masa itu kini sudah berlalu. Tak ada lagi masa-masa kejayaan Islam yang kaya akan ilmuwan. Tidak ada lagi pemuda-pemuda yang haus akan ilmu. Tidak terlihat lagi pemimpin-pemimpin yang adil, bangsa yang sejahtera, dan masyarakat yang saling mengayomi. Berbagai kultur dan budaya yang mewarnai negara inilah yang menjadi penyebabnya. Berbagai kebiasaan, pendidikan, dan mental yang dibangun sejak kecil, itulah yang menjadi dasar mengapa semua ini bisa terjadi.

Permasalahan Indonesia Saat Ini
            Indonesia patut berbangga sebagai negara yang memiliki umat muslim terbanyak di dunia. Dengan berbagai potensi sumber daya alam dan sumber daya manusianya, serta didukung dengan letak geografis yang sangat strategis, Indonesia menjadi pusat wisata, pusat perdagangan, dan tempat transit berbagai turis mancanegara. Hal ini mengakibatkan bercampurnya kultur dari berbagai macam negara ke Indonesia, baik maupun buruk. Salah satunya adalah kultur instan.

            Di negara Barat, terdapat banyak restoran cepat saji yang menyediakan makanan-makanan secara instan. Pelanggan tidak perlu menunggu berlama-lama, cukup duduk dan berdiam diri untuk beberapa saat, makanan pun siap untuk dihidangkan. Seiring dengan berjalannya waktu, restoran-restoran seperti ini mulai banyak bermunculan di Indonesia. Perlahan-lahan, masyarakat lebih senang mendatangi restoran cepat saji dibandingkan harus menunggu dan bersusah payah untuk membuat masakan sendiri di rumahnya masing-masing. Budaya ini akhirnya merambat ke berbagai bidang dan aspek kehidupan. Mahasiswa tidak mau bersusah-susah belajar dan inginnya mendapat nilai besar secara instan. Karyawan tidak suka berlama-lama bekerja dan inginnya mendapatkan uang yang banyak secara instan. Masyarakatpun tidak mau berkreasi, berinovasi, dan berkarya untuk menjadi ilmuwan karena menurut mereka cukup mengambil penemuan-penemuan terdahulu secara instan. Dan implikasi dari hal tersebut adalah banyak orang yang akhirnya memilih “jalan pintas” yaitu dengan cara-cara yang tidak baik untuk mendapatkan hal yang mereka inginkan secara instan seperti mencontek, korupsi, dan sebagainya. 

Hal ini tentu sangat bertentangan dengan leluhur kita, para tokoh sejarah, dan juga Rasulullah Saw., bahwa tidak ada yang namanya jalan pintas. Indonesia dapat merdeka setelah melalui berbagai macam perjuangan dan pengorbanan. Butuh waktu lebih dari 350 tahun untuk bersabar dijajah oleh Belanda dan Jepang, melepaskan kepergian saudara-saudara kita di medan peperangan, hingga akhirnya terproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Rasulullah Saw. ketika pertama kali menyebarkan agama Islam mendapatkan dua respon dari masyarakat yaitu menerima dan menolak. Rasulullah Saw. dipanggil tukang bohong, penyihir, kehidupannya terancam, bahkan keluarganya sendiri meninggalkannya. Akan tetapi, setelah berusaha dan berdoa, serta melalui berbagai macam peristiwa, barulah agama Islam dapat diterima oleh masyarakat. Itulah bukti bahwa setiap hal yang kita lakukan membutuhkan usaha dan pengorbanan.

Pertanyaan selanjutnya, apa yang dapat kita lakukan untuk mengulang kembali peradaban Islam yang dulu pernah ada? Agar negara ini menjadi negara terbaik di antara negara yang lain? Dan supaya umat ini meraih kejayaannya yang pernah diraih kala itu?

Menulis Untuk Peradaban
“Kalau kamu bukan anak raja, dan engkau bukan anak ulama besar, maka jadilah penulis.” (Imam Al-Ghazali)

 Pada masa Imam Al-Ghazali, profesi yang terkenal yaitu raja. Seorang raja dapat dengan mudah memerintah bawahannya untuk melakukan sesuatu yang diinginkannya. Semua yang ia mau bisa didapatkan, dan semua kekuasaan telah ia genggam. Kemudian profesi yang kedua adalah ulama besar. Setiap ucapan dari seorang ulama besar akan menjadi panutan, tingkah lakunya akan diperhatikan, dan ilmunya pasti mengesankan. Sedangkan profesi yang ketiga yaitu penulis.

Menulis dapat dilakukan oleh siapa saja. Menulis dapat membawakan tema tentang apa saja. Menulis juga cukup menyediakan barang-barang yang sederhana. Cukup dengan membawa pena dan buku, maka setelahnya kita dapat menuliskan sesuatu. Dengan tulisan, kita dapat menginspirasi. Dengan tulisan, kita dapat berbagi. Dengan tulisan, kita dapat menyampaikan apa yang kita pikirkan. Dan dengan tulisan, kita dapat mengabadikan ilmu yang kita punya.

Dahulu, para penulis terbatas hanya untuk kalangan tertentu saja. Para ilmuwan-ilmuwan yang mengabadikan temuan-temuannya ataupun ilmu yang didapatkannya ke dalam sebuah buku, merekalah yang berhak menjadi penulis. Penulis pun menjadi profesi yang berharga di sisi Rasulullah Saw. Berkat jasa para penulis, Alquran yang saat ini kita pegang dapat tersampaikan dengan baik tanpa kekurangan satu tanda baca pun di dalamnya. Betapa sangat berarti dan pentingnya profesi menulis di kala itu.

Saat ini, menulis menjadi sesuatu hal yang sangat mudah untuk dilakukan. Dengan berbagai perkembangan media yang ada, menulis dapat kita lakukan dimana saja dan kapan saja. Facebook, Twitter, dan Blog menjadi salah satu media menulis yang sering dipergunakan. Bahkan, melalui menulis pun kita dapat berdakwah dan menyeru kepada kebaikan.

Menulis, dapat menjadi awal untuk membangun kembali peradaban Islam. Kita tahu bahwa di masa sekarang, perang melalui pemikiran lebih baik dibandingkan perang melalui fisik. Dengan keterbatasan yang ada, kita tidak bisa untuk tiba-tiba pergi ke Palestina dan berjihad ke sana dalam rangka melawan zionisme. Rasul pun menyampaikan agar tidak semua orang pergi ke medan perang. Akan tetapi, sebagian lagi diminta untuk menuntut ilmu seperti diriwayatkan dalam ayat berikut.

“Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak pergi untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali agar mereka dapat menjaga dirinya. Wahai orang-orang yang beriman! Perangilah orang-orang kafir yang ada di sekitar kamu, dan hendaklah mereka merasakan sikap tegas darimu, dan ketahuilah bahwa Allah bersama orang yang bertaqwa.”
(Q.S. At-Taubah: 122-123)

Tujuan dari ayat tersebut jelas, bahwa saat ini yang kita perlu lakukan adalah konsentrasi terhadap fokus ilmu masing-masing, kemudian sampaikanlah! Tuliskanlah segala sesuatu yang telah kita dapatkan, tuliskanlah segala sesuatu yang bermanfaat, dan tuliskanlah segala sesuatu yang bermaksud untuk menyeru kepada kebaikan dan mencegah dari kemunkaran. Diawali dengan tulisan ini, mari kita bersama-sama membangun kembali peradaban Islam melalui tulisan. Bismillahirrahmanirrahim.

(Esai ini sempat diikutsertakan dalam Lomba Esai SAR DSV 2014) 

Dari UPI Untuk Indonesia!


Masa muda merupakan masa-masa yang penuh dengan potensi. Semua hal besar seakan-akan dapat kita dapatkan ketika masa muda tersebut. Masa muda merupakan masa-masa pembelajaran. Para pemuda-pemudi belajar, untuk menjadi lebih baik, lebih bermanfaat untuk orang lain, dan berkarya selagi bisa. Masa muda identik dengan mahasiswa.

            Mahasiswa adalah para pemuda-pemudi yang berkesempatan mengecap pendidikan di jenjang yang paling tinggi dari semua orang. Mahasiswa mempelajari banyak hal, di kampus maupun di organisasi. Di kampus, mahasiswa belajar bagaimana mendalami suatu program studi yang telah ia pilih. Dengan pendalaman tersebut, mahasiswa belajar untuk kritis, aktif, dan menguasai suatu bidang tertentu. Lain cerita dengan di organisasi. Mahasiswa mempelajari tentang bagaimana untuk saling bekerjasama, mengkader seseorang, menyelesaikan amanah, bertanggung jawab, jujur, dan sigap terhadap segala kondisi. Jenjang organisasi dimulai dari tahap jurusan hingga ke universitas. Di UPI, jenjang karir organisasi yang tertinggi di tingkat universitas adalah menjadi bagian dari BEM REMA UPI.

            BEM REMA UPI, sebagai organisasi eksekutif tertinggi di Republik Mahasiswa (REMA) UPI, bertanggung jawab menjadi contoh dan teladan bagi organisasi lainnya. BEM, sebagai garda terdepan organisasi intra kampus, wajib membangun citra yang baik terhadap rekanan dan juga relasi lainnya. Dengan posisinya yang sangat strategis, BEM juga berkewajiban untuk mempelopori gagasan-gagasan dan juga kegiatan-kegiatan yang diperlukan bagi masyarakat dan mahasiswa, seirama dengan visi kampus kita yaitu Pelopor dan Unggul. Terlebih lagi dengan prestasi BEM REMA UPI yang gemilang dan pernah menduduki jabatan sebagai koordinator BEM Seluruh Indonesia, hal ini selayaknya menjadikan kita untuk lebih baik lagi dan lebih bersemangat lagi dalam berkarya.

            Apa yang dibutuhkan oleh Indonesia saat ini adalah pemuda-pemudi yang bisa berkarya. Pemuda-pemudi yang bisa menuangkan ide dan gagasannya ke dalam karya nyata. Para generasi muda yang dapat menjadi contoh dan teladan bagi sesamanya maupun bagi masyarakat yang ada di sekelilingnya. Di sinilah peran kita sebagai bagian dari REMA UPI untuk turut andil dan aktif dalam kegiatan. Tidak hanya duduk manis, diam, dan menonton dari kejauhan, tapi inilah saatnya kita untuk mengambil dan meneruskan estafet kepemimpinan tersebut. Dari sinilah semuanya akan dimulai. Dari BEM REMA UPI untuk Indonesia!

(Esai ini (tadinya) sempat diikutsertakan sebagai salah satu syarat pendaftaran calon pengurus BEM REMA UPI 2014, tapi tidak jadi dikumpulkan)

Aku Gak Mau Makan!

“Adik gak mau makan!”

Teriakan itu menggema di seluruh ruang tamu yang dihiasi berbagai keramik hasil kerajinan negeri Jiran, dengan ukiran-ukiran khas negara tersebut yang unik dan jarang kita lihat di Indonesia. Di ruangan itu, hanya terdapat satu orang wanita dengan anaknya yang berumur enam tahun. Rewel. Tidak mau menuruti kata-kata dari Ibunya tercinta.

“Pokoknya adik gak mau makan. Titik!” Teriaknya kembali.

Ibunya menghembuskan nafas sejenak. Bingung akan kelakuan yang diperbuat oleh anaknya akhir-akhir ini. Entah hal apa yang membuat anak semata wayangnya ini enggan menerima suapan nasi dari Ibunya. Berbagai rayuan dan pujian telah dicoba lontarkan olehnya. Tapi, tetap saja. Nihil.

“Rangga.. Kamu makan dulu atuh ya.. Liat nih, pesawat terbangnya mau masuk mulut kamu.. Aaa’..,” bujuk sang Ibu sambil memainkan sendok nasi, berusaha memasukkan masakan yang telah dibuatnya empat jam yang lalu.

“Enggak mau! Adik gak mau makan, Mamaah!!” Teriaknya kembali memecahkan kesunyian di rumah itu untuk kedua kalinya.

Ibunya berhenti lagi. Ia kembali menggeleng-gelengkan kepala. Entah apa yang ada di dalam pikirannya menanggapi situasi tersebut. Anak laki-laki yang mengenakan kaos putih berlogo Cubitus itu kini tengah merapatkan erat-erat bibirnya, menolak dimasuki makanan apapun ke dalam mulut besarnya. Situasi ini sudah hampir berjalan selama tiga puluh menit. Harusnya di saat seperti ini, kakeklah yang selalu menenangkan hati cucunya tercinta. Ya, kakek yang baik hati dan ramah. Ialah orangnya....

***

          Siang itu matahari memancarkan sinar suryanya ke seluruh penjuru kampung Rambutan, membagikan semangat bekerja kepada orang-orang pedesaan untuk beraktifitas selama hari itu. Terlihat satu-dua orang mulai berjalan menuju belakang pekarangan rumahnya masing-masing. Hendak menuai benih, membajak tanah, atau memanen hasil kerjanya beberapa bulan lalu. Memang, kampung ini terkenal dengan prestasinya sebagai penghasil beras kualitas terbaik. Konon, hanya beras dari kampung inilah yang berwarna putih cemerlang, kandungan gizinya sempurna, dimakan enak, dimasak mudah, dan selalu laris di pasaran dengan harga tinggi.

          Di salah satu pojokan kampung terdapat sebuah rumah kayu kecil berukuran 15 x 15 meter persegi. Rumah itu telah berdiri kokoh selama lebih dari dua puluh tahun di sana. Saksi bisu besarnya seorang laki-laki yang saat ini sedang duduk santai di atas kursi goyangnya. Menatap orang-orang yang berlalu lalang melintasi pekarangan rumahnya menuju sawah yang ada di pinggiran kampung tersebut.

          “Pagi, Kek!” Sapa salah seorang pemuda dari kejauhan.

          Pria itu mendongak. Menatap sosok pemuda tinggi kurus yang telah dikenalnya. Rambut gelombangnya berkibar tertiup angin. Langkahnya mantap sambil membawa pacul yang selalu ia gunakan untuk bekerja. Adit. Begitu ia disapa oleh penduduk kampung Rambutan.

“Ya, Pagi juga Dit.” Jawab Kakek dengan senyum khasnya. Di kampung ini memang Kakek terkenal dengan orang yang ramah senyum. Setiap orang yang bertemu dengan Kakek pasti diberikan senyum indahnya. Senyum lima jari, sebut salah seorang fans Kakek.
“Mau kemana dirimu? Terlihat begitu bersemangat tampaknya hari ini.” Sapanya.

“Biasalah, Kek. Memacul. Apalah lagi kerjaan yang ada di kampung ini selain menjadi petani? Anak kecil, pemuda, sampai kakek-kakek, semuanya petani! Sepertinya kita harus mengganti nama kampung ini dengan kampung petani suatu saat nanti.” Canda Adit.

Kakek tertawa mendengar guyonan Adit. Dipikir-pikir, benarlah memang apa yang dikatakan Adit. Delapan puluh persen penduduk desa ini adalah laki-laki. Dan lebih dari setengahnya berprofesi sebagai petani. Ya, petani. Pekerjaan itu telah mengakar sejak nenek moyang dari neneknya Kakek mendiami tempat tersebut. Turun temurun dari generasi ke generasi. Entah sampai kapan akan terus berlanjut seperti itu.

“Ngomong-ngomong, Kakek sudah mendengar bahwa sawah Mbah Sudirman telah dijual?” Tanya Adit membuka percakapan.

Kakek terdiam sejenak. Sudirman adalah teman dekat Kakek sejak kecil. Ia besar dan tumbuh bersama Kakek sejak masih dibuaian Ibunya. Kemana-mana mereka selalu berdua. Susah senang dilewati bersama. Termasuk belajar bercocok tanam, merekalah jagonya. Dimana ada Kakek, disana pasti Sudirman berada pula. Macam perangko di surat. Begitulah hubungan mereka, setidaknya hingga kemarin lusa.

Kakek menghembuskan nafas pelan, “Ya, Kakek sudah mendengarnya. Sungguh sangat disayangkan, sawah warisan Bapaknya yang menjadi mata pencaharian utama keluarga mereka akhirnya dijual kepada tuan-tuan berjas itu. Padahal ia tahu, orang-orang berambut klimis itu hanya ingin membangun jalan baru menuju kota mereka. Lihat saja beberapa bulan lagi, sawah itu pasti sudah hilang tanpa bekas. Berbeda dengan janji manis yang selalu mereka ucapkan.”

Adit duduk di sebelah Kakek. Menatap kuda besi yang diparkir tak jauh dari rumah Kakek. Kendaraan para pria berjas yang sedang mereka bicarakan itu berwarna hitam. Mulus. Bersih tanpa noda. Sudah lebih dari dua bulan mereka menetap di desa ini. Melobi para pemilik sawah di belakang gubuk kecil Kakek. Berucap rayuan gombal demi membangun jalan panjang menuju kota mereka. Memang, hanya dengan melewati kampung ini, perjalanan dari kota sebelah bisa dihemat lebih dari dua jam. Mungkin itulah yang menjadi alasan mereka untuk terus menerus melobi masyarakat agar dapat menjual sawah-sawah yang menghalangi kinerja mereka tersebut.

“Adit sedih Kek.” Ujarnya singkat mendengar ucapan Kakek. “Sudah lima belas tahun Adit menjadi petani. Menuai benih, menunggu siang malam, dan merasakan senangnya panen di akhir tahun. Itulah yang membuat Adit semangat dalam menjalani pekerjaan ini. Menurut Adit petani bukanlah pekerjaan yang hina. Bahkan pekerjaan ini sangat terhormat! Bayangkan saja, menyediakan pasokan pangan untuk orang-orang di seluruh penjuru negeri dengan kualitas terbaik. Mau makan apa orang Indonesia besok jika kita tidak ada!?” Tutup Adit dengan sedikit emosi.

Kakek menatap sayu pemuda disampingnya. Ia bahkan telah lima puluh tahun lebih menjalani pekerjaan ini sebagai mata pencaharian utama keluarganya. Dengan pekerjaan ini, anak-anaknya kini telah tumbuh sukses dan bekerja di kota sana. Meninggalkan dirinya yang menghabiskan masa tua sendiri di gubuk kecilnya sendirian.

“Begitulah hidup Dit.” Kakek mulai berkata. “Tidaklah semua bisa berjalan sesuai dengan apa yang kita rencanakan. Semuanya kembali pada Gusti Allah. Pemilik tanah dan dunia ini yang sebenarnya. Sang pemberi rezeki dan juga karunia. Yang menurunkan hujan dan menyuburkan tanaman. Yang mendatangkan distributor dan mengantarkan beras kita kepada para konsumen di luar sana. Kembalikan semuanya pada Yang Maha Memiliki. Dialah yang tahu apa yang terbaik bagi hamba-Nya.”

Adit berpikir sejenak, mempertimbangkan ucapan Kakek barusan. Dari seluruh petani yang ada di desa ini, hanyalah Kakek satu-satunya yang belum menjual sawah di pojok kampung ini. Hanya Kakek, yang berpegang teguh dalam pendirian untuk tetap tidak menjual sawahnya kepada para pria berjas itu. Ditawari seperti apapun, Kakek keukeuh tidak mau menerima sepeser pun uang haram tersebut. Uang hasil lobi dan merampas hak rakyat dengan menggelembungkan angka-angka di proposal pengajuan dana pemerintahan daerah.

 “Uhuk.. Uhuk.. Uhuk!!” Tiba-tiba Kakek terbatuk. Parah. Sejenak matanya memerah dan air mata mulai berlinangan. Menyakitkan. Memegang dadanya, hendak seperti muntah.
Seketika Adit bangkit dari tempat duduknya. Panik. Pria tua itu batuk darah. Merah, kental, dan hangat. Takut-takut ia mendekat pada Kakek seraya bertanya, “Kek.. Kakek gak apa-apa??”

“Uhuk.. Uhuk.. Iya, Kakek gak apa-apa kok Dit. Kamu tenang aja ya.. Kayaknya Kakek butuh minum dan istirahat dulu..” Pria tua itu pamit. Berusaha berdiri sambil bergetar kedua tangannya. Kakinya seakan tak mampu menopang beban tersebut. Patah-patah, Kakek berusaha untuk bangkit dari kursi goyangnya. “Sampai nanti Dit....” Pria tua itu berujar.

Adit terpaku di tempat ia berdiri. Bingung harus berbuat apa. Menatap badan lemah itu berusaha bangkit, berdiri, dan mulai berjalan gontai dengan ke arah pintu rumahnya. Perlahan-lahan.. Hingga pada akhirnya..

“GUBRAK!!”

“KAKEEEEKKK!!!!”

Dari kejauhan terdengar suara alat-alat berat mulai berdatangan. Membawa pasokan peralatan canggih lainnya. Siap meratakan seluruh yang ada di hadapannya....

***

Adik kecil itu masih bersungut-sungut. Ingin bertemu sang Kakek, ujarnya. Ingin disuapi dengan Kakek, pintanya. Ingin Kakek, Kakek, dan Kakek! Egonya. Sedang di depannya, Ibu satu anak itu berdiam diri. Mencari sejenak kata-kata yang tepat untuk memberitahukan kepada sang buah hatinya tentang kondisi yang ada. Sudah lebih dari satu minggu pria tua itu menghilang. Tanpa bisa ditemui kembali di gubuk tuanya.

“Rangga sayang.. Kamu inget makanan kesukaan Kakekmu apa?” Tanya Ibunya lembut.

“Nasi, Mah.. Nasi bikinan Kakek yang berasal dari beras yang ditanam langsung di sawah milik Kakek! Juga Ikan! Kakek paling suka makan ikan goreng!!” Seru Rangga, bersemangat.

Ibunya tersenyum, lantas berkata, ”Benar sayang.. Beras bikinan Kakek memang nomor satu di dunia. Dan kamu tau kalo nasi ini berasal darimana?” Seraya mengangkat sendok penuh nasi di hadapannya.

Rangga sejenak menatap bongkahan nasi di hadapannya. Mengernyitkan dahi. Sejenak kemudian menggeleng-gelengkan kepalanya, “Gak tau, Mah...,” ucapnya jujur.

Ibunya memaklumi, “Nasi ini sayang.. Berasal dari sawahnya Kakek!” Ujarnya.

Rangga terdiam. Matanya berbinar-binar seperti baru mendapatkan kejutan di hari ulang tahunnya. Dengan penuh keragu-raguan ia bertanya, “...Bener, Mah? Ini nasinya Kakek??”

“Iyaa sayang! Ini nasi Kakek!”

Seketika itu Rangga melompat dari tempat duduknya dan segera mengambil posisi di hadapan Ibunya. Mengambil alih piring dan sendok dari tangan Ibunya. Memulai ritual makan dengan lahap. Sepertinya ia kelaparan karena perutnya belum di isi dari semalam.

“Rangga sayang.. Pelan-pelan sayang,, Nanti keselek lho! Hayoo.. Udah baca doa mau makannya beluumm..?” Tanya Ibunya mengingatkan.

Sekejap Rangga beneran tersedak. Diambilnya minuman yang berada di depannya. Buru-buru menegaknya sampai habis. Tersenyum jahil dan berkata, ”Hehe.. Belum Mah.. Adik lupa....”

Ibunya tersenyum kembali menatap buah hatinya mengangkat kedua tangannya seraya mengucapkan doa mau makan. Hanya beberapa saat saja. Selanjutnya, kembali melahap makanan yang ada di depannya sampai hampir habis. Teringat sesuatu, dan ia bertanya, “Mah.. Kakek dimana?”

Rona pucat mulai menghiasi wajah tua itu. Bingung akan mengatakan apa kepada anak semata wayangnya. Teringat sosok tua yang tidak akan bisa ditemui kembali itu. Bibirnya hanya dapat berucap, “Kakek sedang sibuk Ngga, memanen beras dari sawahnya yang berlimpah ruah itu. Sekarang kamu cukup berterima kasih dan bersyukur kepada Yang Maha Esa, kepada supir beras, sama Mbok Minah ya. Karena berkat mereka, beras Kakek bisa sampai ke rumah ini dan dimasak sama Mamah!” ucap Ibu satu anak tersebut.

“Hmmm.. Gitu ya, Mah....” Ucap Rangga sedih. Melanjutkan makanan yang tinggal sedikit di piring hijaunya tersebut. Membayangkan Kakek berada di sebelahnya dan menemani ia bercanda sambil mengunyah nasi tanak buatan asli pedesaan.

“Rangga kangen Kakek....” ucapnya.

***

Mesin-mesin itu mulai melaksanakan tugasnya. Seraya meratakan bangunan tak bertuan yang ada dihadapannya. Sementara yang lain memporakporandakan tanaman yang ada di belakang gubuk tersebut. Padi, Jagung, dan rempah-rempah lainnya menjadi korban keganasan mesin tersebut. Tanpa pandang bulu, seketika semuanya rata dengan tanah. Menjadi bukti kerakusan dan ketamakan dari manusia.

(Cerpen ini pernah diikutsertakan dalam lomba Imtek Islamic Championship 2014)