Minggu, 18 Oktober 2015

Mimpi

#Day 26

Sebagian orang menyebutnya dengan sebutan bunga tidur. Ya, dia hanyalah pelengkap tidur kita sehingga menjadi nyenyak dan menyenangkan. Sebagian lagi menyebutnya sebagai angan-angan. Sementara yang lain hanya menobatkannya sebagai harapan. Dialah sang mimpi.

Bagiku engkau adalah sang mimpi itu. Engkaulah sumber inspirasiku. Karena engkau juga, aku bisa menjadi seperti saat ini. Dan sebab engkaulah, aku jadi hilang arah dan pincang ketika berjalan. Rasanya bagaikan kehilangan salah satu penopang ragaku: engkau.

Beberapa hari lalu aku sempat memimpikanmu. Entahlah, mungkin saja karena siangnya kami baru saja membicarakanmu. Meskipun secara tidak langsung, hal itu menguak tabir pertahananku kembali. Diriku yang mulai mencoba berdiam diri terlebih dahulu, akhirnya malah jatuh tak terkendali di lubang yang sama. Ya, memikirkanmu.

Dalam tidur, aku menemuimu. Mungkin itu salah satu cara agar aku dapat melihat senyum di wajahmu. Tatapan hangat dan lembut sikapmu tidak berubah, masih sama seperti pertama aku mengenalmu. Di ruang itu kita bertemu, terpisah jarak beberapa depa. Kita malu-malu, persis seperti anak kecil yang akan menyalami tamu saat diminta orang tua.

Entah mengapa suasana yang kita temui begitu kaku. Lidahku kelu, seakan tidak mampu berbicara dihadapanmu. Aku, dan juga kamu, yang biasanya dapat mencairkan suasana diantara kita berdua, entah mengapa malam itu terlihat begitu rapuh. Bagaikan terbentang tembok cina di hadapan kita berdua. Tinggi, kokoh, dan besar. Membuat kita enggan dan ragu untuk berkata.

"Kesibukanmu apa sekarang?" Selepas pertanyaan itu dilontarkan, tiba-tiba saja engkau beranjak dan mengajakku untuk pergi ke suatu tempat. Dengan muka bingung aku pun mengikuti di belakangmu. Saat aku sadar, kita sudah berada di suatu aula masjid tempat kita bisa bernaung. Namun bedanya, di dalam masjid itu justru menyambung ke kafe tempat lembaga aku bekerja sekarang.

Beberapa meja terhampar di hadapan kita. Engkau masuk ke sela-sela meja dan aku pun, lagi-lagi, mengikutimu. Sampai di suatu meja engkau tiba-tiba duduk dan asyik berbicara dengan sahabatmu - yang entah siapa. Dengan canggung, aku tak enak hati jika mengganggu dirimu yang sedang berbicara dengan sahabatmu itu. Akhirnya kuputuskan untuk duduk di meja belakangmu. Namun apa daya, kejutan lain sudah menantiku disana.

Di meja belakang, ada manajer cabang tempat aku bekerja sekarang. Sementara di seberangnya terdapat meja yang diduduki presiden kita dan menterinya. Apa yang dilakukan presiden dan pak menteri di tempat begini? pikirku bingung. Akhirnya kuputuskan untuk ikut duduk bersama ibu manajer saja untuk sementara. Belum berhenti sampai disana, kejutan satu lagi datang: Bos besarku ikut duduk bersama kita!

Ya, pak bos yang ikut duduk bersama penasihatnya langsung menutup celah diantara dua kursi dan membentuk lingkaran seketika. Seperti mau halaqah - namun di atas kursi - antara aku, ibu manajer, pak bos dan rekannya, serta pak presiden dan menterinya. Dan sebelum ada satu orang pun yang berbicara, aku langsung dibangunkan oleh kicau burung dan senandung adzan dari kejauhan.

Ah~, entah apa arti dari mimpi tersebut. Ibuku bilang mungkin ada arti dari pertemuan terakhir itu. Namun yang lebih membuatku penasaran sebenarnya adalah dirimu. Kenapa engkau ada disana? kenapa engkau membawaku ke tempat itu? Dan mengapa engkau justru meninggalkanku dan bergabung dengan temanmu tanpa berkata sepatah kata apapun?

Positif thinking-ku, mungkin saja itulah caramu mendukungku. Aku tidak bisa menafsirkan mimpi, namun yang jelas aku cukup senang. Setidaknya setelah tiga minggu berselang, tiba-tiba engkau datang kepadaku dengan perantara mimpi. Apakah ini suatu pertanda? Mungkin saja. Mari kita lihat bagaimana skenario yang dirancang sang khalik. Semoga kita mendapatkan jawaban yang terbaik dari masing-masing rangkaian mimpi yang kita alami. []