l UKM Kepenulisan Islami Al-Qolam UPI Present l
BIJAK II (Bingkai Ilmu dan Kajian Kepenulisan II)
"Meniti Hidup dengan Menulis"
Bersama : Sri Izzati (Peraih Rekor MURI Penulis Termuda di Indonesia, Penulis Novel Powerful Girls, Kado Untuk Ummi, dll)
Pelatihan Multimedia
- Desain Kreatif bersama Muldan Cahya R (Mahasiswa Teknologi Pendidikan UPI)
- Penulisan Artikel bersama Fadil Ibnu Ahmad (Founder Umatmuhammad.com, Penulis Buku Dakwah Online)
- Kode Etik Blogger bersama Andreansyah Dwiwibowo (Blogger)
Waktu dan Tempat :
Sabtu, 5 April 2014
@Gd. Ilkom UPI Lt.2
Pukul 09.00 - 15.00 WIB
HTM : Rp. 5000,- (Include Snack and Sertifikat)
Cara Pendaftaran, ketik: BIJAK2_Nama_Instansi, kirim ke 089625792489 (Ika)
Ajak teman2nya yaa.. Buruan daftar karena tempat terbatas!!
Don't Miss It!
Senin, 31 Maret 2014
Jadi Blogger Cinta Lingkungan, Bisakah?
Sumber : http://informasi-kehutanan.blogspot.com/2012/10/tentang-hutan.html |
Lingkungan, tentu bukanlah kata yang asing lagi untuk kita. Setiap hari kita bertemu dengan lingkungan sekitar kita. Lingkungan kostan, lingkungan sekolah, lingkungan kampus, dan lain sebagainya. Di berbagai berita pun kita banyak menemui kasus-kasus tentang lingkungan, dimulai dari sampah yang berserakan, banjir melanda, hingga pencemaran lingkungan akibat perilaku manusia. Pada hakikatnya, setiap orang wajib untuk perduli terhadap lingkungannya, termasuk kita, para blogger.
Blogger adalah sebutan bagi para pengguna blog. Keseharian Blogger tidak jauh dari komputer, laptop, dan internet. Membuat postingan, kata-kata, tulisan, upload file, hingga foto dan video, adalah kerjaan sehari-hari dari seorang Blogger. Tipe-tipe Blogger pun banyak, dapat disesuaikan dengan ciri-ciri tulisan yang dibuatnya, tapi hal tersebut tidak perlulah kita bahas disini. Menilik isu yang ada, bisakah seorang Blogger mencintai lingkungannya? Jawabannya tentu saja BISA.
Banyak hal yang bisa seorang Blogger lakukan untuk menarik hati para BlogWalking (orang yang senang berseluncur dari satu blog ke blog lain, red). Diantaranya adalah sebagai berikut.
1. Buat Tulisan Tentang Peduli Lingkungan
Salah satu kesukaan Blogger adalah menulis. Karena itu buatlah sebanyak-banyaknya tulisan tentang lingkungan. Bisa cara-cara mempengaruhi orang untuk membuang sampah pada tempatnya. Gerakan 1000 tong sampah, misalnya. Dan lain sebagainya. Kalo kata Aa Gym : Berawal dari hal kecil, berawal dari diri kita sendiri, dan berawal dari saat ini. Yuk, kita buat tulisan tentang perduli lingkungan hidup :D
Sumber : http://rizunamarlia.blogspot.com/2013/11/tulisan-bisa-jadi-bisnis.html |
2. Gunakan Energi Seefisien Mungkin
Kebanyakan Blogger (minimalnya teman-teman saya) sangat suka dengan tradisi online sambil cash laptop. Alhasil, batre kembung lah, tagihan listrik mahal lah, dan sebagainya, dan sebagainya. Sadar atau tidak, bahwa energi yang kita gunakan sebenarnya terbatas. Bisa saja sewaktu-waktu habis seketika. Bisa dibayangkan apabila energi menghilang, listrik tidak ada, dan kita hidup dengan gelap gulita? Sangat menyeramkan.. Karena itulah, dukung gerakan-gerakan penghematan energi seperti "Earth Hour", dan lain sebagainya. Yuk, budayakan hemat energi! :D
Sumber : http://teknologi.kompasiana.com/terapan/2013/11/04/masa-depan-energi-masa-depan-kehidupan--605317.html |
3. Gunakan Teknologi Ramah Lingkungan
Saat ini, banyak sekali teknologi-teknologi yang baru bermunculan. Salah satu kelebihan dari teknologi tersebut adalah: Ramah Lingkungan. Sebut saja saat ini buku-buku sudah banyak yang menggunakan kertas daur ulang. Kemudian listrik atau lampu hemat daya, mobil tenaga matahari, dan lain sebagainya. Gunakanlah teknologi-teknologi seperti itu. Hitung-hitung penghematan :D
Sumber : http://merbabu.com/artikel/pemanasan_global.php |
Selain itu juga, teman-teman Blogger boleh mengikuti lomba-lomba Blogger Perduli Lingkungan, salah satunya yang diadakan oleh BLOGdetik dan WWF Indonesia. Hal-hal semacam ini sangat penting menurut saya karena kita dapat meningkatkan kepedulian tentang lingkungan dan juga memberikan aksi nyata, dengan tulisan salah satunya :)
Soo, Jadi Blogger Cinta Lingkungan, Kenapa Tidak?? :)
Seluruh Ormawa Keislaman UPI Selenggarakan Kajian Bersama
Bandung, UPI
Bagaikan
pelangi, UPI disinari oleh cahaya-cahaya peradaban Islam dengan ketujuh ormawa
keislamannya. Al-Qolam, BAQI, SCIEmics, UPTQ, Kalam, LDK UKDM, dan Tutorial
PAI-SPAI MKDU UPI mewarnai aktivitas-aktivitas keislaman di UPI dengan berbagai
kegiatannya berupa seminar, kajian, pembinaan, tabligh akbar, dan lain sebagainya.
Selama
ini, aktivitas ormawa keislaman di UPI seakan bergerak sendiri-sendiri tanpa
adanya koordinasi dan korelasi antara satu dengan lainnya. Adalah Eko
Apriansyah, koordinator bidang keagamaan FK-UKM UPI, yang menggagas adanya
pergerakan bersama antar ormawa keislaman di UPI. Pergerakan bersama ini
diawali dengan ta’lim yang diberi
nama Kajian Akbar Universitas Pendidikan Indonesia (KABAR UPI).
KABAR
UPI yang pertama ini dilaksanakan pada hari Senin, 17 Maret 2014 bertempat di
lantai utama Masjid Al-Furqon UPI. Pada kesempatan ini, KABAR UPI menghadirkan
Ustad Kun Kun Kurniawan, seorang aktivis keislaman yang merupakan da’i dan motivator Islam. Melalui ta’lim ini beliau berpesan kepada para
pemuda yang dipenuhi semangat dakwah, bahwa para aktivis keislaman harus lebih
meningkatkan ukhuwah antar sesamanya.
Proses ini dimulai dari ta’aruf, tafahum, sampai ta’awun, hingga nantinya akan tercipta ukhuwah layaknya para sahabat nabi terdahulu yakni tingkatan Itsaar
(mengutamakan saudaranya dibandingkan dirinya sendiri).
Acara
yang bertemakan “Islam Itu Satu, lho!”
ini, menjadi awal pembuka kajian-kajian terbuka dari tiap ormawa keislaman lainnya.
Insya Allah, setiap ormawa keislaman
akan mengadakan acara rutinan setiap hari senin ba’da ashar bertempat di masjid Al-Furqon UPI. Semoga dengan adanya
kegiatan ini dapat menyemarakkan geliat dakwah di UPI serta menjadi awal
terwujudnya ukhuwah antar aktivis keislaman di kampus yang bermotokan edukatif,
ilmiah, dan religius ini. Aamiin. (M. Ginanjar Eka Arli)
(Artikel ini sempat diterbitkan di berita.upi.edu)
Iqbal Hidayatullah, Ketua Baru Kopma BS UPI
Bandung, UPI
Acaara
yang bertemakan “Aktif, Kreatif, and Produktif. Be an Entrepreneur” ini terdiri
dari dua sesi, yaitu Talkshow dan
RAT. Kali ini, Talkshow RAT XXVIII
Kopma BS UPI menghadirkan pemain utama film “The Right One”, Gandhi Fernando
dan Tara Basro.
Setiap
amanah wajib dipertanggungjawabkan. Di kopma, bentuk forum pertanggungjawaban
tersebut dinamakan Rapat Anggota Tahunan (RAT). Tahun ini, RAT XXVIII Kopma BS
UPI diadakan pada hari Sabtu-Minggu, 15-16 Februari 2014 bertempat di
Auditorium FPIPS lantai 6 dan Auditorium PKM Lantai 2.
Dalam
Talskhow-nya, Gandhi dan Tara berbagi
seputar dunia perfilman, motivasi, dan wirausaha. Menurut mereka, perfilman
Indonesia kurang diminati oleh khalayak umum dikarenakan lokasi dalam film yang
kurang menarik, pembahasan dan pencitraan film yang kurang menyeluruh, dan
atraksi yang kurang “Wah”. Selain itu, Gandhi dan Tara juga menambahkan bahwa
modal utama dalam berwirausaha yaitu IT dan penguasaan bahasa. Setelah menguasai
keduanya, maka perjalanan selanjutnya akan jauh lebih mudah.
Selepas
siang hari, acara pun dilanjutkan dengan RAT yang membahas tentang LPJ
Kepengurusan Kopma BS UPI periode 2013-2014 dan Produk Yuridis Kopma BS UPI
2014. Di penghujung acara, terpilihlah Marsella Altasari Nurhasanah (Pendidikan
Ekonomi 2012) sebagai ketua tim Adhok untuk penyesuaian AD/ART Kopma BS UPI
dengan UU Tentang Perkoperasian No. 17 Tahun 2012. Sedangkan untuk pengawas
Kopma BS UPI periode 2014-2015 dipercayakan kepada Ristiyani Jamillia
(Pendidikan Bahasa Inggris 2010), Nafesa Islah (Pendidikan Bahasa Inggris
2010), dan Fajar Agni Fauzan (IKOR 2010).
Acara
dilanjutkan dengan pemilihan ketua baru Kopma BS UPI dengan mekanisme
verifikasi calon, pemaparan visi dan misi calon, tanya jawab terhadap calon,
dan musyawarah. Pada tahap ini, musyawarah berjalan cukup alot dan
berkepanjangan. Akan tetapi, setelah melakukan lobying, terpilihlah ketua baru Kopma BS UPI periode 2014-2015
yaitu Iqbal Hidayatullah (Pendidikan Ekonomi 2011).
Pria
asli Sukabumi ini memiliki visi “Dinamis, Terpadu, dan Berkelanjutan.” Dengan
17 orang pengurus baru, Iqbal siap memimpin Kopma dan mencatat sejarah baru
bagi Kopma dengan struktur organisasi yang baru juga. (M. Ginanjar Eka Arli)
(Artikel ini sempat diterbitkan di berita.upi.edu)
Awali Sesuatu dengan Niat!
Bandung, UPI
“Sesungguhnya
setiap perbuatan itu bergantung dengan niatnya,” papar Ustad Abdul Wahhab, Lc.
Begitulah bunyi hadits pertama dalam risalah hadtis Arba’in yang kita kenal.
Hal inilah yang kemudian menjadi landasan utama dalam berkegiatan bagi umat
muslim di seluruh dunia.
“Syarah
Hadits Arba’in” adalah tema pertama yang diangkat dalam Kajian Keilmuan Terpadu
(KAMUT) Tutorial PAI-SPAI MKDU UPI. Acara ini merupakan salah satu program
kerja yang bernaung di bawah Bidang Tutorial Terpadu (BTT) Biro Keilmuan.
Dengan adanya KAMUT ini diharapkan dapat menjadi sarana keilmuan dan keislaman
bagi seluruh mahasiswa di Universitas Pendidikan Indonesia.
KAMUT,
yang semester ini perdana diselenggarakan pada hari Selasa, 18 Maret 2014, insya Allah akan diruntinkan dan
dilaksanakan setiap 2 minggu sekali bertempat di lantai utama Masjid Al-Furqon
UPI. Setelah sebelumnya mengundang Ust. Abdul Wahhab, Lc., seorang aktivis
keislaman yang juga merupakan penulis, Tutorial berencana akan mengadakan
pembinaan rutin dengan Ustad Budi Anshari, pengisi acara Khalifah di Stasiun TV
Trans 7.
Bagi
para mahasiswa yang berkomitmen ingin mengikuti pembinaan ini secara kontinu,
dapat konfirmasi ke nomor 083822750720 dengan format: nama_jurausan/instansi_siap.
(M. Ginanjar Eka Arli)
(Berita ini sempat diterbitkan di berita.upi.edu)
Minggu, 30 Maret 2014
Menulis Untuk Peradaban!
“Tiadalah
Kami mengutus dirimu (Muhammad), melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta
alam.” (Q.S. Al-Anbiya’:
107)
Lima belas abad lalu, tepatnya pada
tanggal 12 Rabiul Awal tahun Gajah (20 April 570 M), Muhammad bin Abdullah bin
Abdul Muthalib dilahirkan ke dunia ini. Sosok tauladan umat, manusia yang
paling jujur dan bergelar Al-Amin,
pemimpin bangsa yang paling adil, orang yang paling berpengaruh sepanjang
sejarah kehidupan manusia, dan panutan bagi seluruh umat muslim di seluruh
dunia.
Lima belas abad lalu, risalah Islam
mulai disebarluaskan. Berawal dari wahyu yang disampaikan malaikat Jibril di
gua hira’ pada tanggal 17 Ramadhan (6 Agustus 611 M), berangsur-angsur ayat
demi ayat turun selama 23 tahun hingga lengkaplah mukjizat terbesar dari Nabi
Muhammad Saw. sebagai pertanda telah diangkatnya beliau sebagai Nabi dan Rasul
Allah di muka bumi ini.
Lima belas abad lalu, dimulailah sejarah
baru kepemimpinan oleh Khulafaur Rasyidin.
Abu Bakar As-Siddiq yang berfokus pada bidang sosial, budaya, dan penegakan
hukum. Umar bin Khattab yang memulai ekspansi Islam ke Jazirah Arabia,
Palestina, Syiria, Persia, dan Mesir. Utsman bin Affan dengan berbagai
pembangunan fasilitas negara berupa bendungan, jembatan, perluasan jalan, dan
masjid-masjid. Serta Ali bin Abi Thalib dengan segala kecakapannya dalam bidang
militer dan strategi perang.
Lima belas abad lalu, seiring dengan terjadinya
perkembangan zaman, peradaban Islam juga mulai mempengaruhi berbagai aspek
kehidupan. Sistem perekonomian, ketatanegaraan, hukum perdagangan, hukum
pidana, ilmu pengetahuan alam, filsafat, astronomi, geografi, kedokteran, dan ilmu-ilmu yang lainnya yang
mendapat berbagai kontribusi di bawah tokoh-tokoh ilmuwan Islam. Dan pada masa itulah, umat Islam mencapai
masa-masa kejayaannya.
Namun kini, apa yang terjadi? Umat Islam
menjadi bangsa yang terpuruk dan terbelakang. Kabar-kabar dan isu-isu tentang
penemuan-penemuan oleh ilmuwan Islam tidak pernah terdengar lagi. Terorisme dan
perselisihan antarsaudara seiman semakin marak di layar kaca. Perang
antarnegara menjadi ramai. Dan isu-isu politik mengenai berbagai kasus korupsi
dan penyelewengan uang negara justru banyak dilakukan oleh para pakar politik
yang notabene latar belakang pendidikannya tinggi dan beragama Islam. Mereka,
yang dulu dijuluki sebagai kaum intelek dan religius, justru sekarang ini malah
melakukan hal-hal yang tidak sepantasnya dilakukan oleh kaum muslim. Jadi, apa
yang salah dari semuanya?
Zaman
Kejayaan Islam
“..Dan
masa (kejadian dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar
mereka mendapat pelajaran).” (Q.S.
Al-Imran: 140)
Ketika itu, Islam pernah memasuki
masa-masa kejayaannya di dunia. Selama lebih dari 5 abad, berbagai filsuf,
ilmuwan, dan insinyur di dunia Islam memberikan banyak kontribusi terhadap
perkembangan teknologi dan kebudayaan. Didukung dengan letak geografis yang
strategis, kota Mekah yang merupakan pusat perdagangan di Jazirah Arab menjadi
pusat pertukaran gagasan dan barang. Akibatnya, peradaban Islam tumbuh,
berkembang, dan meluas dengan berdasarkan pada kegiatan ekonomi dagangnya,
berkebalikan dengan orang-orang Kristen, India, dan Cina yang membangun
masyarakat dengan berdasarkan kebangsawanan kepemilikan tanah pertanian.
Ketika itu, Islam pernah menduduki puncak
ilmu pengetahuan di dunia. Berbagai macam dasar ilmu, yang saat ini berperan
penting dalam berbagai konsentrasi ilmu pengetahuan dunia, sebenarnya berasal
dari ilmuwan-ilmuwan Islam. Sebut saja Al-Khawarizmi sebagai penemu aljabar dan
angka nol yang menjadi nadi dari ilmu matematika serta Ibnu Sina sebagai ahli
astronomi, ahli filsafat, dan ahli ilmu kedokteran yang sangat terkenal dengan
metode pengobatan purba dan metode pengobatan Islam di masanya. Mereka berdua
adalah ilmuwan muslim yang tanpa jasanya mungkin ilmu pengetahuan yang kita
ketahui tidak akan berkembang sebagaimana mestinya seperti sekarang.
Namun, masa-masa itu kini sudah berlalu.
Tak ada lagi masa-masa kejayaan Islam yang kaya akan ilmuwan. Tidak ada lagi
pemuda-pemuda yang haus akan ilmu. Tidak terlihat lagi pemimpin-pemimpin yang
adil, bangsa yang sejahtera, dan masyarakat yang saling mengayomi. Berbagai
kultur dan budaya yang mewarnai negara inilah yang menjadi penyebabnya.
Berbagai kebiasaan, pendidikan, dan mental yang dibangun sejak kecil, itulah
yang menjadi dasar mengapa semua ini bisa terjadi.
Permasalahan
Indonesia Saat Ini
Indonesia patut berbangga sebagai negara yang
memiliki umat muslim terbanyak di dunia. Dengan berbagai potensi sumber daya
alam dan sumber daya manusianya, serta didukung dengan letak geografis yang
sangat strategis, Indonesia menjadi pusat wisata, pusat perdagangan, dan tempat
transit berbagai turis mancanegara. Hal ini mengakibatkan bercampurnya kultur
dari berbagai macam negara ke Indonesia, baik maupun buruk. Salah satunya
adalah kultur instan.
Di
negara Barat, terdapat banyak restoran cepat saji yang menyediakan
makanan-makanan secara instan. Pelanggan tidak perlu menunggu berlama-lama,
cukup duduk dan berdiam diri untuk beberapa saat, makanan pun siap untuk
dihidangkan. Seiring dengan berjalannya waktu, restoran-restoran seperti ini
mulai banyak bermunculan di Indonesia. Perlahan-lahan, masyarakat lebih senang
mendatangi restoran cepat saji dibandingkan harus menunggu dan bersusah payah
untuk membuat masakan sendiri di rumahnya masing-masing. Budaya ini akhirnya
merambat ke berbagai bidang dan aspek kehidupan. Mahasiswa tidak mau
bersusah-susah belajar dan inginnya mendapat nilai besar secara instan.
Karyawan tidak suka berlama-lama bekerja dan inginnya mendapatkan uang yang
banyak secara instan. Masyarakatpun tidak mau berkreasi, berinovasi, dan
berkarya untuk menjadi ilmuwan karena menurut mereka cukup mengambil
penemuan-penemuan terdahulu secara instan. Dan implikasi dari hal tersebut
adalah banyak orang yang akhirnya memilih “jalan pintas” yaitu dengan cara-cara
yang tidak baik untuk mendapatkan hal yang mereka inginkan secara instan seperti
mencontek, korupsi, dan sebagainya.
Hal ini tentu sangat bertentangan dengan
leluhur kita, para tokoh sejarah, dan juga Rasulullah Saw., bahwa tidak ada
yang namanya jalan pintas. Indonesia dapat merdeka setelah melalui berbagai
macam perjuangan dan pengorbanan. Butuh waktu lebih dari 350 tahun untuk
bersabar dijajah oleh Belanda dan Jepang, melepaskan kepergian saudara-saudara
kita di medan peperangan, hingga akhirnya terproklamasikan kemerdekaan
Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Rasulullah Saw. ketika pertama kali
menyebarkan agama Islam mendapatkan dua respon dari masyarakat yaitu menerima
dan menolak. Rasulullah Saw. dipanggil tukang bohong, penyihir, kehidupannya
terancam, bahkan keluarganya sendiri meninggalkannya. Akan tetapi, setelah
berusaha dan berdoa, serta melalui berbagai macam peristiwa, barulah agama
Islam dapat diterima oleh masyarakat. Itulah bukti bahwa setiap hal yang kita
lakukan membutuhkan usaha dan pengorbanan.
Pertanyaan selanjutnya, apa yang dapat
kita lakukan untuk mengulang kembali peradaban Islam yang dulu pernah ada? Agar
negara ini menjadi negara terbaik di antara negara yang lain? Dan supaya umat
ini meraih kejayaannya yang pernah diraih kala itu?
Menulis
Untuk Peradaban
“Kalau
kamu bukan anak raja, dan engkau bukan anak ulama besar, maka jadilah penulis.”
(Imam Al-Ghazali)
Pada
masa Imam Al-Ghazali, profesi yang terkenal yaitu raja. Seorang raja dapat
dengan mudah memerintah bawahannya untuk melakukan sesuatu yang diinginkannya.
Semua yang ia mau bisa didapatkan, dan semua kekuasaan telah ia genggam.
Kemudian profesi yang kedua adalah ulama besar. Setiap ucapan dari seorang
ulama besar akan menjadi panutan, tingkah lakunya akan diperhatikan, dan
ilmunya pasti mengesankan. Sedangkan profesi yang ketiga yaitu penulis.
Menulis dapat dilakukan oleh siapa saja.
Menulis dapat membawakan tema tentang apa saja. Menulis juga cukup menyediakan
barang-barang yang sederhana. Cukup dengan membawa pena dan buku, maka
setelahnya kita dapat menuliskan sesuatu. Dengan tulisan, kita dapat
menginspirasi. Dengan tulisan, kita dapat berbagi. Dengan tulisan, kita dapat
menyampaikan apa yang kita pikirkan. Dan dengan tulisan, kita dapat mengabadikan
ilmu yang kita punya.
Dahulu, para penulis terbatas hanya untuk
kalangan tertentu saja. Para ilmuwan-ilmuwan yang mengabadikan temuan-temuannya
ataupun ilmu yang didapatkannya ke dalam sebuah buku, merekalah yang berhak
menjadi penulis. Penulis pun menjadi profesi yang berharga di sisi Rasulullah
Saw. Berkat jasa para penulis, Alquran yang saat ini kita pegang dapat
tersampaikan dengan baik tanpa kekurangan satu tanda baca pun di dalamnya.
Betapa sangat berarti dan pentingnya profesi menulis di kala itu.
Saat ini, menulis menjadi sesuatu hal
yang sangat mudah untuk dilakukan. Dengan berbagai perkembangan media yang ada,
menulis dapat kita lakukan dimana saja dan kapan saja. Facebook, Twitter, dan Blog menjadi
salah satu media menulis yang sering dipergunakan. Bahkan, melalui menulis pun
kita dapat berdakwah dan menyeru kepada kebaikan.
Menulis, dapat menjadi awal untuk
membangun kembali peradaban Islam. Kita tahu bahwa di masa sekarang, perang
melalui pemikiran lebih baik dibandingkan perang melalui fisik. Dengan
keterbatasan yang ada, kita tidak bisa untuk tiba-tiba pergi ke Palestina dan
berjihad ke sana dalam rangka melawan zionisme. Rasul pun menyampaikan agar
tidak semua orang pergi ke medan perang. Akan tetapi, sebagian lagi diminta
untuk menuntut ilmu seperti diriwayatkan dalam ayat berikut.
“Dan
tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan perang). Mengapa sebagian dari setiap
golongan di antara mereka tidak pergi untuk memperdalam pengetahuan agama mereka
dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali agar
mereka dapat menjaga dirinya. Wahai orang-orang yang beriman! Perangilah
orang-orang kafir yang ada di sekitar kamu, dan hendaklah mereka merasakan
sikap tegas darimu, dan ketahuilah bahwa Allah bersama orang yang bertaqwa.”
(Q.S. At-Taubah: 122-123)
(Q.S. At-Taubah: 122-123)
Tujuan dari ayat tersebut jelas, bahwa saat
ini yang kita perlu lakukan adalah konsentrasi terhadap fokus ilmu
masing-masing, kemudian sampaikanlah! Tuliskanlah segala sesuatu yang telah
kita dapatkan, tuliskanlah segala sesuatu yang bermanfaat, dan tuliskanlah
segala sesuatu yang bermaksud untuk menyeru kepada kebaikan dan mencegah dari
kemunkaran. Diawali dengan tulisan ini, mari kita bersama-sama membangun
kembali peradaban Islam melalui tulisan. Bismillahirrahmanirrahim.
(Esai ini sempat diikutsertakan dalam Lomba Esai SAR DSV 2014)
Dari UPI Untuk Indonesia!
Masa muda merupakan
masa-masa yang penuh dengan potensi. Semua hal besar seakan-akan dapat kita
dapatkan ketika masa muda tersebut. Masa muda merupakan masa-masa pembelajaran.
Para pemuda-pemudi belajar, untuk menjadi lebih baik, lebih bermanfaat untuk
orang lain, dan berkarya selagi bisa. Masa muda identik dengan mahasiswa.
Mahasiswa
adalah para pemuda-pemudi yang berkesempatan mengecap pendidikan di jenjang
yang paling tinggi dari semua orang. Mahasiswa mempelajari banyak hal, di
kampus maupun di organisasi. Di kampus, mahasiswa belajar bagaimana mendalami
suatu program studi yang telah ia pilih. Dengan pendalaman tersebut, mahasiswa
belajar untuk kritis, aktif, dan menguasai suatu bidang tertentu. Lain cerita
dengan di organisasi. Mahasiswa mempelajari tentang bagaimana untuk saling
bekerjasama, mengkader seseorang, menyelesaikan amanah, bertanggung jawab,
jujur, dan sigap terhadap segala kondisi. Jenjang organisasi dimulai dari tahap
jurusan hingga ke universitas. Di UPI, jenjang karir organisasi yang tertinggi
di tingkat universitas adalah menjadi bagian dari BEM REMA UPI.
BEM
REMA UPI, sebagai organisasi eksekutif tertinggi di Republik Mahasiswa (REMA)
UPI, bertanggung jawab menjadi contoh dan teladan bagi organisasi lainnya. BEM,
sebagai garda terdepan organisasi intra kampus, wajib membangun citra yang baik
terhadap rekanan dan juga relasi lainnya. Dengan posisinya yang sangat
strategis, BEM juga berkewajiban untuk mempelopori gagasan-gagasan dan juga
kegiatan-kegiatan yang diperlukan bagi masyarakat dan mahasiswa, seirama dengan
visi kampus kita yaitu Pelopor dan Unggul. Terlebih lagi dengan prestasi BEM
REMA UPI yang gemilang dan pernah menduduki jabatan sebagai koordinator BEM
Seluruh Indonesia, hal ini selayaknya menjadikan kita untuk lebih baik lagi dan
lebih bersemangat lagi dalam berkarya.
Apa
yang dibutuhkan oleh Indonesia saat ini adalah pemuda-pemudi yang bisa
berkarya. Pemuda-pemudi yang bisa menuangkan ide dan gagasannya ke dalam karya
nyata. Para generasi muda yang dapat menjadi contoh dan teladan bagi sesamanya
maupun bagi masyarakat yang ada di sekelilingnya. Di sinilah peran kita sebagai
bagian dari REMA UPI untuk turut andil dan aktif dalam kegiatan. Tidak hanya
duduk manis, diam, dan menonton dari kejauhan, tapi inilah saatnya kita untuk
mengambil dan meneruskan estafet kepemimpinan tersebut. Dari sinilah semuanya
akan dimulai. Dari BEM REMA UPI untuk Indonesia!
(Esai ini (tadinya) sempat diikutsertakan sebagai salah satu syarat pendaftaran calon pengurus BEM REMA UPI 2014, tapi tidak jadi dikumpulkan)
Aku Gak Mau Makan!
“Adik gak mau makan!”
Teriakan itu menggema di seluruh ruang tamu yang
dihiasi berbagai keramik hasil kerajinan negeri Jiran, dengan ukiran-ukiran
khas negara tersebut yang unik dan jarang kita lihat di Indonesia. Di ruangan
itu, hanya terdapat satu orang wanita dengan anaknya yang berumur enam tahun.
Rewel. Tidak mau menuruti kata-kata dari Ibunya tercinta.
“Pokoknya adik gak mau makan. Titik!” Teriaknya
kembali.
Ibunya menghembuskan nafas sejenak. Bingung akan
kelakuan yang diperbuat oleh anaknya akhir-akhir ini. Entah hal apa yang
membuat anak semata wayangnya ini enggan menerima suapan nasi dari Ibunya. Berbagai
rayuan dan pujian telah dicoba lontarkan olehnya. Tapi, tetap saja. Nihil.
“Rangga.. Kamu makan dulu atuh ya.. Liat nih, pesawat terbangnya mau masuk mulut kamu..
Aaa’..,” bujuk sang Ibu sambil memainkan sendok nasi, berusaha memasukkan
masakan yang telah dibuatnya empat jam yang lalu.
“Enggak mau! Adik gak mau makan, Mamaah!!”
Teriaknya kembali memecahkan kesunyian di rumah itu untuk kedua kalinya.
Ibunya berhenti lagi. Ia kembali
menggeleng-gelengkan kepala. Entah apa yang ada di dalam pikirannya menanggapi
situasi tersebut. Anak laki-laki yang mengenakan kaos putih berlogo Cubitus itu
kini tengah merapatkan erat-erat bibirnya, menolak dimasuki makanan apapun ke
dalam mulut besarnya. Situasi ini sudah hampir berjalan selama tiga puluh
menit. Harusnya di saat seperti ini, kakeklah yang selalu menenangkan hati
cucunya tercinta. Ya, kakek yang baik hati dan ramah. Ialah orangnya....
***
Siang itu
matahari memancarkan sinar suryanya ke seluruh penjuru kampung Rambutan,
membagikan semangat bekerja kepada orang-orang pedesaan untuk beraktifitas
selama hari itu. Terlihat satu-dua orang mulai berjalan menuju belakang
pekarangan rumahnya masing-masing. Hendak menuai benih, membajak tanah, atau
memanen hasil kerjanya beberapa bulan lalu. Memang, kampung ini terkenal dengan
prestasinya sebagai penghasil beras kualitas terbaik. Konon, hanya beras dari kampung
inilah yang berwarna putih cemerlang, kandungan gizinya sempurna, dimakan enak,
dimasak mudah, dan selalu laris di pasaran dengan harga tinggi.
Di salah satu
pojokan kampung terdapat sebuah rumah kayu kecil berukuran 15 x 15 meter
persegi. Rumah itu telah berdiri kokoh selama lebih dari dua puluh tahun di
sana. Saksi bisu besarnya seorang laki-laki yang saat ini sedang duduk santai
di atas kursi goyangnya. Menatap orang-orang yang berlalu lalang melintasi
pekarangan rumahnya menuju sawah yang ada di pinggiran kampung tersebut.
“Pagi, Kek!”
Sapa salah seorang pemuda dari kejauhan.
Pria itu
mendongak. Menatap sosok pemuda tinggi kurus yang telah dikenalnya. Rambut
gelombangnya berkibar tertiup angin. Langkahnya mantap sambil membawa pacul
yang selalu ia gunakan untuk bekerja. Adit. Begitu ia disapa oleh penduduk
kampung Rambutan.
“Ya, Pagi juga Dit.” Jawab Kakek dengan senyum
khasnya. Di kampung ini memang Kakek terkenal dengan orang yang ramah senyum. Setiap
orang yang bertemu dengan Kakek pasti diberikan senyum indahnya. Senyum lima
jari, sebut salah seorang fans Kakek.
“Mau kemana dirimu? Terlihat begitu bersemangat
tampaknya hari ini.” Sapanya.
“Biasalah, Kek. Memacul. Apalah lagi kerjaan yang
ada di kampung ini selain menjadi petani? Anak kecil, pemuda, sampai
kakek-kakek, semuanya petani! Sepertinya kita harus mengganti nama kampung ini
dengan kampung petani suatu saat nanti.” Canda Adit.
Kakek tertawa mendengar guyonan Adit.
Dipikir-pikir, benarlah memang apa yang dikatakan Adit. Delapan puluh persen
penduduk desa ini adalah laki-laki. Dan lebih dari setengahnya berprofesi
sebagai petani. Ya, petani. Pekerjaan itu telah mengakar sejak nenek moyang
dari neneknya Kakek mendiami tempat tersebut. Turun temurun dari generasi ke
generasi. Entah sampai kapan akan terus berlanjut seperti itu.
“Ngomong-ngomong, Kakek sudah mendengar bahwa
sawah Mbah Sudirman telah dijual?” Tanya Adit membuka percakapan.
Kakek terdiam sejenak. Sudirman adalah teman dekat
Kakek sejak kecil. Ia besar dan tumbuh bersama Kakek sejak masih dibuaian
Ibunya. Kemana-mana mereka selalu berdua. Susah senang dilewati bersama.
Termasuk belajar bercocok tanam, merekalah jagonya. Dimana ada Kakek, disana
pasti Sudirman berada pula. Macam perangko di surat. Begitulah hubungan mereka,
setidaknya hingga kemarin lusa.
Kakek menghembuskan nafas pelan, “Ya, Kakek sudah
mendengarnya. Sungguh sangat disayangkan, sawah warisan Bapaknya yang menjadi
mata pencaharian utama keluarga mereka akhirnya dijual kepada tuan-tuan berjas
itu. Padahal ia tahu, orang-orang berambut klimis itu hanya ingin membangun
jalan baru menuju kota mereka. Lihat saja beberapa bulan lagi, sawah itu pasti
sudah hilang tanpa bekas. Berbeda dengan janji manis yang selalu mereka
ucapkan.”
Adit duduk di sebelah Kakek. Menatap kuda besi
yang diparkir tak jauh dari rumah Kakek. Kendaraan para pria berjas yang sedang
mereka bicarakan itu berwarna hitam. Mulus. Bersih tanpa noda. Sudah lebih dari
dua bulan mereka menetap di desa ini. Melobi para pemilik sawah di belakang
gubuk kecil Kakek. Berucap rayuan gombal demi membangun jalan panjang menuju
kota mereka. Memang, hanya dengan melewati kampung ini, perjalanan dari kota
sebelah bisa dihemat lebih dari dua jam. Mungkin itulah yang menjadi alasan
mereka untuk terus menerus melobi masyarakat agar dapat menjual sawah-sawah
yang menghalangi kinerja mereka tersebut.
“Adit sedih Kek.” Ujarnya singkat mendengar ucapan
Kakek. “Sudah lima belas tahun Adit menjadi petani. Menuai benih, menunggu
siang malam, dan merasakan senangnya panen di akhir tahun. Itulah yang membuat
Adit semangat dalam menjalani pekerjaan ini. Menurut Adit petani bukanlah
pekerjaan yang hina. Bahkan pekerjaan ini sangat terhormat! Bayangkan saja,
menyediakan pasokan pangan untuk orang-orang di seluruh penjuru negeri dengan kualitas
terbaik. Mau makan apa orang Indonesia besok jika kita tidak ada!?” Tutup Adit
dengan sedikit emosi.
Kakek menatap sayu pemuda disampingnya. Ia bahkan
telah lima puluh tahun lebih menjalani pekerjaan ini sebagai mata pencaharian
utama keluarganya. Dengan pekerjaan ini, anak-anaknya kini telah tumbuh sukses
dan bekerja di kota sana. Meninggalkan dirinya yang menghabiskan masa tua
sendiri di gubuk kecilnya sendirian.
“Begitulah hidup Dit.” Kakek mulai berkata.
“Tidaklah semua bisa berjalan sesuai dengan apa yang kita rencanakan. Semuanya
kembali pada Gusti Allah. Pemilik tanah dan dunia ini yang sebenarnya. Sang
pemberi rezeki dan juga karunia. Yang menurunkan hujan dan menyuburkan tanaman.
Yang mendatangkan distributor dan mengantarkan beras kita kepada para konsumen
di luar sana. Kembalikan semuanya pada Yang Maha Memiliki. Dialah yang tahu apa
yang terbaik bagi hamba-Nya.”
Adit berpikir sejenak, mempertimbangkan ucapan
Kakek barusan. Dari seluruh petani yang ada di desa ini, hanyalah Kakek
satu-satunya yang belum menjual sawah di pojok kampung ini. Hanya Kakek, yang
berpegang teguh dalam pendirian untuk tetap tidak menjual sawahnya kepada para
pria berjas itu. Ditawari seperti apapun, Kakek keukeuh tidak mau menerima sepeser pun uang haram tersebut. Uang
hasil lobi dan merampas hak rakyat dengan menggelembungkan angka-angka di
proposal pengajuan dana pemerintahan daerah.
“Uhuk..
Uhuk.. Uhuk!!” Tiba-tiba Kakek terbatuk. Parah. Sejenak matanya memerah dan air
mata mulai berlinangan. Menyakitkan. Memegang dadanya, hendak seperti muntah.
Seketika Adit bangkit dari tempat duduknya. Panik.
Pria tua itu batuk darah. Merah, kental, dan hangat. Takut-takut ia mendekat
pada Kakek seraya bertanya, “Kek.. Kakek gak apa-apa??”
“Uhuk.. Uhuk.. Iya, Kakek gak apa-apa kok Dit.
Kamu tenang aja ya.. Kayaknya Kakek butuh minum dan istirahat dulu..” Pria tua
itu pamit. Berusaha berdiri sambil bergetar kedua tangannya. Kakinya seakan tak
mampu menopang beban tersebut. Patah-patah, Kakek berusaha untuk bangkit dari
kursi goyangnya. “Sampai nanti Dit....” Pria tua itu berujar.
Adit terpaku di tempat ia berdiri. Bingung harus
berbuat apa. Menatap badan lemah itu berusaha bangkit, berdiri, dan mulai
berjalan gontai dengan ke arah pintu rumahnya. Perlahan-lahan.. Hingga pada
akhirnya..
“GUBRAK!!”
“KAKEEEEKKK!!!!”
Dari kejauhan terdengar suara alat-alat berat
mulai berdatangan. Membawa pasokan peralatan canggih lainnya. Siap meratakan
seluruh yang ada di hadapannya....
***
Adik kecil itu masih bersungut-sungut. Ingin
bertemu sang Kakek, ujarnya. Ingin disuapi dengan Kakek, pintanya. Ingin Kakek,
Kakek, dan Kakek! Egonya. Sedang di depannya, Ibu satu anak itu berdiam diri.
Mencari sejenak kata-kata yang tepat untuk memberitahukan kepada sang buah
hatinya tentang kondisi yang ada. Sudah lebih dari satu minggu pria tua itu
menghilang. Tanpa bisa ditemui kembali di gubuk tuanya.
“Rangga sayang.. Kamu inget makanan kesukaan
Kakekmu apa?” Tanya Ibunya lembut.
“Nasi, Mah.. Nasi bikinan Kakek yang berasal dari
beras yang ditanam langsung di sawah milik Kakek! Juga Ikan! Kakek paling suka
makan ikan goreng!!” Seru Rangga, bersemangat.
Ibunya tersenyum, lantas berkata, ”Benar sayang..
Beras bikinan Kakek memang nomor satu di dunia. Dan kamu tau kalo nasi ini
berasal darimana?” Seraya mengangkat sendok penuh nasi di hadapannya.
Rangga sejenak menatap bongkahan nasi di
hadapannya. Mengernyitkan dahi. Sejenak kemudian menggeleng-gelengkan
kepalanya, “Gak tau, Mah...,” ucapnya jujur.
Ibunya memaklumi, “Nasi ini sayang.. Berasal dari
sawahnya Kakek!” Ujarnya.
Rangga terdiam. Matanya berbinar-binar seperti
baru mendapatkan kejutan di hari ulang tahunnya. Dengan penuh keragu-raguan ia
bertanya, “...Bener, Mah? Ini nasinya Kakek??”
“Iyaa sayang! Ini nasi Kakek!”
Seketika itu Rangga melompat dari tempat duduknya
dan segera mengambil posisi di hadapan Ibunya. Mengambil alih piring dan sendok
dari tangan Ibunya. Memulai ritual makan dengan lahap. Sepertinya ia kelaparan
karena perutnya belum di isi dari semalam.
“Rangga sayang.. Pelan-pelan sayang,, Nanti keselek lho! Hayoo.. Udah baca doa mau
makannya beluumm..?” Tanya Ibunya mengingatkan.
Sekejap Rangga beneran tersedak. Diambilnya
minuman yang berada di depannya. Buru-buru menegaknya sampai habis. Tersenyum
jahil dan berkata, ”Hehe.. Belum Mah.. Adik lupa....”
Ibunya tersenyum kembali menatap buah hatinya
mengangkat kedua tangannya seraya mengucapkan doa mau makan. Hanya beberapa
saat saja. Selanjutnya, kembali melahap makanan yang ada di depannya sampai
hampir habis. Teringat sesuatu, dan ia bertanya, “Mah.. Kakek dimana?”
Rona pucat mulai menghiasi wajah tua itu. Bingung
akan mengatakan apa kepada anak semata wayangnya. Teringat sosok tua yang tidak
akan bisa ditemui kembali itu. Bibirnya hanya dapat berucap, “Kakek sedang
sibuk Ngga, memanen beras dari sawahnya yang berlimpah ruah itu. Sekarang kamu
cukup berterima kasih dan bersyukur kepada Yang Maha Esa, kepada supir beras,
sama Mbok Minah ya. Karena berkat mereka, beras Kakek bisa sampai ke rumah ini
dan dimasak sama Mamah!” ucap Ibu satu anak tersebut.
“Hmmm.. Gitu ya, Mah....” Ucap Rangga sedih.
Melanjutkan makanan yang tinggal sedikit di piring hijaunya tersebut.
Membayangkan Kakek berada di sebelahnya dan menemani ia bercanda sambil
mengunyah nasi tanak buatan asli pedesaan.
“Rangga kangen Kakek....” ucapnya.
***
Mesin-mesin itu mulai melaksanakan tugasnya.
Seraya meratakan bangunan tak bertuan yang ada dihadapannya. Sementara yang
lain memporakporandakan tanaman yang ada di belakang gubuk tersebut. Padi,
Jagung, dan rempah-rempah lainnya menjadi korban keganasan mesin tersebut.
Tanpa pandang bulu, seketika semuanya rata dengan tanah. Menjadi bukti
kerakusan dan ketamakan dari manusia.
(Cerpen ini pernah diikutsertakan dalam lomba Imtek Islamic Championship 2014)
Langganan:
Postingan (Atom)