Minggu, 30 Maret 2014

Menulis Untuk Peradaban!

“Tiadalah Kami mengutus dirimu (Muhammad), melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam.” (Q.S. Al-Anbiya’: 107)

Lima belas abad lalu, tepatnya pada tanggal 12 Rabiul Awal tahun Gajah (20 April 570 M), Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib dilahirkan ke dunia ini. Sosok tauladan umat, manusia yang paling jujur dan bergelar Al-Amin, pemimpin bangsa yang paling adil, orang yang paling berpengaruh sepanjang sejarah kehidupan manusia, dan panutan bagi seluruh umat muslim di seluruh dunia. 

Lima belas abad lalu, risalah Islam mulai disebarluaskan. Berawal dari wahyu yang disampaikan malaikat Jibril di gua hira’ pada tanggal 17 Ramadhan (6 Agustus 611 M), berangsur-angsur ayat demi ayat turun selama 23 tahun hingga lengkaplah mukjizat terbesar dari Nabi Muhammad Saw. sebagai pertanda telah diangkatnya beliau sebagai Nabi dan Rasul Allah di muka bumi ini.

Lima belas abad lalu, dimulailah sejarah baru kepemimpinan oleh Khulafaur Rasyidin. Abu Bakar As-Siddiq yang berfokus pada bidang sosial, budaya, dan penegakan hukum. Umar bin Khattab yang memulai ekspansi Islam ke Jazirah Arabia, Palestina, Syiria, Persia, dan Mesir. Utsman bin Affan dengan berbagai pembangunan fasilitas negara berupa bendungan, jembatan, perluasan jalan, dan masjid-masjid. Serta Ali bin Abi Thalib dengan segala kecakapannya dalam bidang militer dan strategi perang.

Lima belas abad lalu, seiring dengan terjadinya perkembangan zaman, peradaban Islam juga mulai mempengaruhi berbagai aspek kehidupan. Sistem perekonomian, ketatanegaraan, hukum perdagangan, hukum pidana, ilmu pengetahuan alam, filsafat, astronomi, geografi,  kedokteran, dan ilmu-ilmu yang lainnya yang mendapat berbagai kontribusi di bawah tokoh-tokoh ilmuwan Islam.    Dan pada masa itulah, umat Islam mencapai masa-masa kejayaannya.

Namun kini, apa yang terjadi? Umat Islam menjadi bangsa yang terpuruk dan terbelakang. Kabar-kabar dan isu-isu tentang penemuan-penemuan oleh ilmuwan Islam tidak pernah terdengar lagi. Terorisme dan perselisihan antarsaudara seiman semakin marak di layar kaca. Perang antarnegara menjadi ramai. Dan isu-isu politik mengenai berbagai kasus korupsi dan penyelewengan uang negara justru banyak dilakukan oleh para pakar politik yang notabene latar belakang pendidikannya tinggi dan beragama Islam. Mereka, yang dulu dijuluki sebagai kaum intelek dan religius, justru sekarang ini malah melakukan hal-hal yang tidak sepantasnya dilakukan oleh kaum muslim. Jadi, apa yang salah dari semuanya?

Zaman Kejayaan Islam
“..Dan masa (kejadian dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran).” (Q.S. Al-Imran: 140)

Ketika itu, Islam pernah memasuki masa-masa kejayaannya di dunia. Selama lebih dari 5 abad, berbagai filsuf, ilmuwan, dan insinyur di dunia Islam memberikan banyak kontribusi terhadap perkembangan teknologi dan kebudayaan. Didukung dengan letak geografis yang strategis, kota Mekah yang merupakan pusat perdagangan di Jazirah Arab menjadi pusat pertukaran gagasan dan barang. Akibatnya, peradaban Islam tumbuh, berkembang, dan meluas dengan berdasarkan pada kegiatan ekonomi dagangnya, berkebalikan dengan orang-orang Kristen, India, dan Cina yang membangun masyarakat dengan berdasarkan kebangsawanan kepemilikan tanah pertanian. 

Ketika itu, Islam pernah menduduki puncak ilmu pengetahuan di dunia. Berbagai macam dasar ilmu, yang saat ini berperan penting dalam berbagai konsentrasi ilmu pengetahuan dunia, sebenarnya berasal dari ilmuwan-ilmuwan Islam. Sebut saja Al-Khawarizmi sebagai penemu aljabar dan angka nol yang menjadi nadi dari ilmu matematika serta Ibnu Sina sebagai ahli astronomi, ahli filsafat, dan ahli ilmu kedokteran yang sangat terkenal dengan metode pengobatan purba dan metode pengobatan Islam di masanya. Mereka berdua adalah ilmuwan muslim yang tanpa jasanya mungkin ilmu pengetahuan yang kita ketahui tidak akan berkembang sebagaimana mestinya seperti sekarang.

Namun, masa-masa itu kini sudah berlalu. Tak ada lagi masa-masa kejayaan Islam yang kaya akan ilmuwan. Tidak ada lagi pemuda-pemuda yang haus akan ilmu. Tidak terlihat lagi pemimpin-pemimpin yang adil, bangsa yang sejahtera, dan masyarakat yang saling mengayomi. Berbagai kultur dan budaya yang mewarnai negara inilah yang menjadi penyebabnya. Berbagai kebiasaan, pendidikan, dan mental yang dibangun sejak kecil, itulah yang menjadi dasar mengapa semua ini bisa terjadi.

Permasalahan Indonesia Saat Ini
            Indonesia patut berbangga sebagai negara yang memiliki umat muslim terbanyak di dunia. Dengan berbagai potensi sumber daya alam dan sumber daya manusianya, serta didukung dengan letak geografis yang sangat strategis, Indonesia menjadi pusat wisata, pusat perdagangan, dan tempat transit berbagai turis mancanegara. Hal ini mengakibatkan bercampurnya kultur dari berbagai macam negara ke Indonesia, baik maupun buruk. Salah satunya adalah kultur instan.

            Di negara Barat, terdapat banyak restoran cepat saji yang menyediakan makanan-makanan secara instan. Pelanggan tidak perlu menunggu berlama-lama, cukup duduk dan berdiam diri untuk beberapa saat, makanan pun siap untuk dihidangkan. Seiring dengan berjalannya waktu, restoran-restoran seperti ini mulai banyak bermunculan di Indonesia. Perlahan-lahan, masyarakat lebih senang mendatangi restoran cepat saji dibandingkan harus menunggu dan bersusah payah untuk membuat masakan sendiri di rumahnya masing-masing. Budaya ini akhirnya merambat ke berbagai bidang dan aspek kehidupan. Mahasiswa tidak mau bersusah-susah belajar dan inginnya mendapat nilai besar secara instan. Karyawan tidak suka berlama-lama bekerja dan inginnya mendapatkan uang yang banyak secara instan. Masyarakatpun tidak mau berkreasi, berinovasi, dan berkarya untuk menjadi ilmuwan karena menurut mereka cukup mengambil penemuan-penemuan terdahulu secara instan. Dan implikasi dari hal tersebut adalah banyak orang yang akhirnya memilih “jalan pintas” yaitu dengan cara-cara yang tidak baik untuk mendapatkan hal yang mereka inginkan secara instan seperti mencontek, korupsi, dan sebagainya. 

Hal ini tentu sangat bertentangan dengan leluhur kita, para tokoh sejarah, dan juga Rasulullah Saw., bahwa tidak ada yang namanya jalan pintas. Indonesia dapat merdeka setelah melalui berbagai macam perjuangan dan pengorbanan. Butuh waktu lebih dari 350 tahun untuk bersabar dijajah oleh Belanda dan Jepang, melepaskan kepergian saudara-saudara kita di medan peperangan, hingga akhirnya terproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Rasulullah Saw. ketika pertama kali menyebarkan agama Islam mendapatkan dua respon dari masyarakat yaitu menerima dan menolak. Rasulullah Saw. dipanggil tukang bohong, penyihir, kehidupannya terancam, bahkan keluarganya sendiri meninggalkannya. Akan tetapi, setelah berusaha dan berdoa, serta melalui berbagai macam peristiwa, barulah agama Islam dapat diterima oleh masyarakat. Itulah bukti bahwa setiap hal yang kita lakukan membutuhkan usaha dan pengorbanan.

Pertanyaan selanjutnya, apa yang dapat kita lakukan untuk mengulang kembali peradaban Islam yang dulu pernah ada? Agar negara ini menjadi negara terbaik di antara negara yang lain? Dan supaya umat ini meraih kejayaannya yang pernah diraih kala itu?

Menulis Untuk Peradaban
“Kalau kamu bukan anak raja, dan engkau bukan anak ulama besar, maka jadilah penulis.” (Imam Al-Ghazali)

 Pada masa Imam Al-Ghazali, profesi yang terkenal yaitu raja. Seorang raja dapat dengan mudah memerintah bawahannya untuk melakukan sesuatu yang diinginkannya. Semua yang ia mau bisa didapatkan, dan semua kekuasaan telah ia genggam. Kemudian profesi yang kedua adalah ulama besar. Setiap ucapan dari seorang ulama besar akan menjadi panutan, tingkah lakunya akan diperhatikan, dan ilmunya pasti mengesankan. Sedangkan profesi yang ketiga yaitu penulis.

Menulis dapat dilakukan oleh siapa saja. Menulis dapat membawakan tema tentang apa saja. Menulis juga cukup menyediakan barang-barang yang sederhana. Cukup dengan membawa pena dan buku, maka setelahnya kita dapat menuliskan sesuatu. Dengan tulisan, kita dapat menginspirasi. Dengan tulisan, kita dapat berbagi. Dengan tulisan, kita dapat menyampaikan apa yang kita pikirkan. Dan dengan tulisan, kita dapat mengabadikan ilmu yang kita punya.

Dahulu, para penulis terbatas hanya untuk kalangan tertentu saja. Para ilmuwan-ilmuwan yang mengabadikan temuan-temuannya ataupun ilmu yang didapatkannya ke dalam sebuah buku, merekalah yang berhak menjadi penulis. Penulis pun menjadi profesi yang berharga di sisi Rasulullah Saw. Berkat jasa para penulis, Alquran yang saat ini kita pegang dapat tersampaikan dengan baik tanpa kekurangan satu tanda baca pun di dalamnya. Betapa sangat berarti dan pentingnya profesi menulis di kala itu.

Saat ini, menulis menjadi sesuatu hal yang sangat mudah untuk dilakukan. Dengan berbagai perkembangan media yang ada, menulis dapat kita lakukan dimana saja dan kapan saja. Facebook, Twitter, dan Blog menjadi salah satu media menulis yang sering dipergunakan. Bahkan, melalui menulis pun kita dapat berdakwah dan menyeru kepada kebaikan.

Menulis, dapat menjadi awal untuk membangun kembali peradaban Islam. Kita tahu bahwa di masa sekarang, perang melalui pemikiran lebih baik dibandingkan perang melalui fisik. Dengan keterbatasan yang ada, kita tidak bisa untuk tiba-tiba pergi ke Palestina dan berjihad ke sana dalam rangka melawan zionisme. Rasul pun menyampaikan agar tidak semua orang pergi ke medan perang. Akan tetapi, sebagian lagi diminta untuk menuntut ilmu seperti diriwayatkan dalam ayat berikut.

“Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak pergi untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali agar mereka dapat menjaga dirinya. Wahai orang-orang yang beriman! Perangilah orang-orang kafir yang ada di sekitar kamu, dan hendaklah mereka merasakan sikap tegas darimu, dan ketahuilah bahwa Allah bersama orang yang bertaqwa.”
(Q.S. At-Taubah: 122-123)

Tujuan dari ayat tersebut jelas, bahwa saat ini yang kita perlu lakukan adalah konsentrasi terhadap fokus ilmu masing-masing, kemudian sampaikanlah! Tuliskanlah segala sesuatu yang telah kita dapatkan, tuliskanlah segala sesuatu yang bermanfaat, dan tuliskanlah segala sesuatu yang bermaksud untuk menyeru kepada kebaikan dan mencegah dari kemunkaran. Diawali dengan tulisan ini, mari kita bersama-sama membangun kembali peradaban Islam melalui tulisan. Bismillahirrahmanirrahim.

(Esai ini sempat diikutsertakan dalam Lomba Esai SAR DSV 2014) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar