Senandung Al-Qur'an di Bulan Ramadhan
Oleh : M. Ginanjar Eka Arli
“Bro, gue pinjem novel dong....”
Aku
memalingkan wajah kepada Andre, teman sekelas yang sedang bertamu ke kosanku.
“Novel apa, Bray? Cari aja tuh di pojokan situ...,” tunjukku ke salah satu
sudut ruangan.
“Novel
terbaru J.K. Rowling, Bro...,” ucapnya sambil mencari sebuah buku di tempat
yang aku tunjuk. “Oh, iya ini ada. Makasih, Bro. Hehe. Lo udah selesai bacanya?”
“Sama-sama,
Bray. Udah khatam kok buku yang itu
mah. Silahkan kalau mau dipinjam.” Balasku.
“Sip..
Hehe. Oh iya, kalau Al-Qur’an lo ada, Bro?”
“Ha..?”
Aku terlonjak mendengar kata-katanya.
“Iyee,
Al-Qur’an. Lo punya, Bro?” tanyanya kembali.
Kutegakkan
badan dan menatap tajam matanya. “Maksud gue, lo kenapa nanya itu?”
Dia menatap
balik mataku dan menarik napas sejenak sebelum menjawab pertanyaanku. “Besok
nyokap gue mau inspeksi ke kosan, Bro. Setidaknya, gue bisa keliatan ngaji atau
ngapain gitu selama dia disini. Gitu, Bro.”
“Terus,
lo kenapa gak beli aja, Bray?” tanyaku menyelidik.
“Mahal,
Bro.. gue sekarang lagi nabung buat beli game PC yang baru. Sayang duitnya.. Lo
bisa kan bantu gue, Bro?” pintanya sedikit memelas.
“Hmm,”
aku berpikir sejenak. “Sebentar ya, gue coba cari dulu.”
Aku
mulai beranjak dari tempat tidurku dan menelusuri kamar yang seperti kapal
pecah ini. Buku-buku yang telah selesai kubaca berserakan dimana-mana, mulai
dari komik, novel, dan lain sebagainya. Setelah beberapa saat, akhirnya aku
menemukan juga Al-Qur’an yang ingin dipinjam sahabat karibku. Ternyata benda
tersebut ada di bawah kolong kasurku, kusam dan berdebu.
“Gile
lu, Bro. Udah berapa juta tahun cahaya nih Qur’an nginep disitu??” Tanyanya
heran.
“Hmm..
dari semenjak gue pindah kesini deh kayaknya.” Ucapku ragu-ragu.
“Buset
dah.. itu kan empat tahun yang lalu? Jadi.. selama empat tahun ini lo nggak
pernah baca Qur’an??”
“Kayak
lo pernah baca aja, Bray.” Jawabku santai.
“Yee,
setidaknya gue terakhir baca Qur’an bulan kemarin pas om gue meninggal.
Yasinan, bro. Hehe,” ujarnya sambil nyengir kuda.
“Sama
aja kalee.. Huu,” ejekku sambil mencubitnya.
“Haha..
yaudah, gue pinjem dulu ya, Bro, Qur’annya.”
“Eh..
eh, iya hati-hati ya. Jangan sampe rusak itu bukunya.”
“Qur’an
maksud kamu?”
“Bukan,
novelnya. Hehe.”
“Iyee..
Iyee..,” jawabnya sambil lalu.
***
“Dunia
sekarang udah nggak bener ya, Bang,” komentarku tiba-tiba.
Berita
di layar kaca siang itu kembali menampilkan berbagai kriminalitas di negeri
ini. Topik tentang korupsi, tawuran, dan lainnya seakan bosan untuk dikritisi. Para
pembeli warung makan di ujung pasar ini asik dengan makanannya masing-masing.
Seperti tidak perduli akan untaian kasus yang terus berganti di televisi.
“Saya
mah udah nggak heran, Mas..,” sahut pemilik warung makan tersebut.
“Lho,
kenapa gitu, Bang?” tanyaku heran.
“Iya..
itu kan karena mereka yang gak ngerti bahwa hidup itu untuk apa..,” jawabnya.
“Seperti kita ketika memakai handphone
baru, kalo Mas gak ngerti cara pakainya rusaklah handphone itu.”
Gerakan
tangan pemilik warung tersebut semakin cekatan mengambil lauk-lauk yang aku
pesan, sembari menjawab pertanyaan-pertanyaan yang juga aku sodorkan.
“Orang
sama handphone beda kali, Bang.. Gak
bisa disamain.”
Ia
menatapku kembali sembari berkata, “Sama lah, Mas.. kita hidup sekarang karena
dikasih nyawa dari Allah. Pasti untuk dimaksimalin fungsinya kan? Selama masih dikasih
kesempatan tentunya.”
“Hmm....”
Aku mencoba mencerna jawaban dari pemilik warung makan tersebut. “Mungkin
mereka gak ada yang ngebimbing kali, Bang.”
“Kitanya
yang nggak mau dibimbing, Mas.” Jawab pemilik warung nasi tersebut dengan
tersenyum. “Allah itu baik, lho. Kita dikasih buku panduan untuk menjalani
hidup. Tapi, kitanya juga yang nggak mau baca.”
Aku
terbengong kembali mendengar pernyataan darinya.
“Al-Qur’an.”
Jawabnya singkat sambil menyerahkan sebungkus nasi yang kupesan. Kuambil nasi
tersebut, membayarnya, dan segera angkat kaki dari tempat tersebut sambil
memikirkan perbincangan barusan. Tentang manusia, Allah, dan Al-Qur’an.
***
Senandung
Al-Qur’an mulai bergema di seluruh penjuru negeri. Ritual yang selalu dilakukan
setiap tahun menjelang tibanya bulan suci Ramadhan. Perlahan tapi pasti
masjid-masjid pun kian bertambah penghuninya, dari musafir hingga orang yang
niat beri’tikaf di tempat tersebut.
Entah
kenapa buku-buku yang sedang kubaca kini terasa hambar, baik komik maupun
novel. Untuk menghilangkan penat, aku berencana bertemu dengan Andre di suatu
warung bakso dekat kampus. Pukul 13.00 selepas kuliah, ia berjanji menemuiku
disana.
“Woy,
Nanda. Kenapa lo?” Tegurnya ketika melihat aku sedang termenung dengan
semangkuk bakso di hadapanku.
“Galau
gue...,” jawabku singkat.
Ia
terkejut mendengar jawabanku. “Galau kenapa lo? Mikirin gue ya?” candanya.
“Enak
aja, lo. Ngapain juga gue mikirin lo...,” balasku. “Eh iya, ngomong-ngomong..
Itu.. Qur’an gue masih ada?”
“Oh
iya, gue lupa. Bentar, kebetulan gue bawa barangnya....”
Ia
pun mencari sesuatu di dalam tasnya dan beberapa saat kemudian mengeluarkan
benda mungil bersampul hitam. Ya, benda itu adalah Al-Qur’an terjemahan yang
kemarin gue pinjamkan ke dia.
“Makasih ya, Bro.”
“Oke,
no problem.” Jawabku. “Kalo gitu gue
langsung cabut ya, mau namatin ini,” sambil menunjuk Al-Qur’an yang tadi ia
berikan. Sedetik kemudian aku langsung berdiri dan meninggalkan Andre sendirian
dengan mangkuk bakso di hadapannya. Wajahnya terheran-heran menyaksikan diriku
yang perlahan pergi menjauh dari warung bakso tersebut dengan membawa Al-Qur’an
di genggamanku. Sungguh pemandangan yang tidak biasa.
***
“Ya
Allah, tolong tunjukkanlah kenapa saya harus membaca buku ini.” Pintaku di
tengah masjid dekat kosanku. Tengah hari itu masjid sedang sepi, hanya ada aku
sendirian dan Al-Qur’anku yang berada di shaf
terdepan. Dengan segenap keikhlaskan, kubuka sembarang halaman di kitab yang
telah dikembalikan oleh Andre tersebut. Adapun ayat pertama yang kulihat
memiliki arti sebagai berikut.
Sungguh, Kami telah mendatangkan Kitab
(Al-Qur’an) kepada mereka, yang Kami jelaskan atas dasar pengetahuan, sebagai
petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. (Q.S. Al-A’raf: 52)
Kumaknai
dalam-dalam maksud ayat tersebut, dan kucerna baik-baik setiap kata demi kata
yang tertera disana. Ya Allah, inikah petunjuk dari-Mu? Maka dengan segenap
keyakinan, ku-azzam-kan diri untuk
men-khatam-kan Al-Qur’an selama bulan
Ramadhan ini. Bismillah, La Haula wala
quwwata illa billah.
***
Hari
demi hari silih berganti, selama itu pula kubuka lembaran demi lembaran kitab
suci Al-Qur’an-ku. Ayat demi ayat kutelusuri dan kata demi kata kucerna
dalam-dalam. Tak terasa, akhir ramadhan kian dekat. Setiap orang berlomba-lomba
untuk men-khatam-kan kitab tersebut
sebanyak-banyaknya, menabung amal sembari berharap menjemput malam Lailatul Qadar. Begitupun diriku, kian
bersemangat menyelesaikan membaca Al-Qur’an dengan berbagai orang yang
senantiasa beribadah di sampingku. Dimanapun aku berada, dan kemanapun aku
pergi, Al-Qur’an selalu berada di dalam genggamanku.
“Bro,
lo dimana?” tanyaku pada Andre suatu ketika.
“Lagi di jalan nih. Kenapa, Bro?” jawab Andre
melalui handphone-nya.
“Ke
kosan gue ya sekarang. Penting.”
“Yaelah.
Entar aja ya? Gue mau ketemu cewek
gue dulu nih,” elaknya.
“Udah
kesini aja.. ntar gue traktir main game sepuas lo deh,” tawarku.
“Hah?
Serius lo?”
“Iya,
serius gue. Langsung kesini ya, gue tunggu.”
“Oke,
oke. Gue meluncur kesana.. tunggu sebentar ya.” Tutupnya di akhir pembicaraan.
Setelah
beberapa lama, akhirnya Andre pun sampai di kamar kosanku. Ia terkejut melihat
ruanganku yang jauh berbeda dari terakhir kali kedatangannya. Kali ini kamarku
sangat bersih dan rapih. Tidak ada lagi buku-buku yang berceceran di kasur dan
berbagai poster yang aku tempel di dinding. Hanya ruangan putih dengan kasur di
tengah-tengah kamar.
“Lo
kenapa bro? Bersih banget nih kamarnya..,” tanyanya heran.
Aku
tersenyum kepadanya dan berkata, “Kita ini goblok, Bro.”
“Lho..?
Goblok jangan ngajak-ngajak dong, Bro. Sendirian aja sono!” hardiknya tidak terima.
Aku
tersenyum kembali kepadanya, “Maksud gue, kita sudah diperbodoh oleh
lingkungan. Selama dua puluh tahun gue hidup, baru kali ini gue ngerasa jadi
orang paling bodoh.. paling goblok, Bro!”
Ia
masih menatapku heran. “Lo kenapa sih, Bro? Abis keracunan makan gorengan pake
plastik ya semalem?”
Aku
tidak menjawab pertanyaannya dan mengambil Al-Qur’an yang ada di hadapanku.
“Gue abis namatin ini semalem.. lo tau dalemnya apaan?” tanyaku.
“Apaan
sih? Bahasa arab lah..”
Aku
tersenyum. “Ya, betul. Tapi poinnya bukan itu.”
Kutarik
napas sejenak sebelum melanjutkan. “Gue baca buku ini, arti dari ayat ke ayat..
seru banget, Bro. Ngalahin semua komik dan novel yang pernah gue baca
sebelumnya! Ada cerita nabi dan rasul, kisah orang-orang saleh, ilmu
pengetahuan, antariksa, bahkan ilmu antar manusia dan ilmu ekonomi dagang juga
ada, Bro! Keren kan? Pasti lo belum tau....”
“Yang
bener, Bro?” tanyanya sambil terangguk-angguk.
“Kalau
lo baca buku ini, lo gak perlu baca buku motivasi buat hidup lo sendiri. All in one! Semuanya udah termasuk di
dalam sini.”
“Ilmu
tentang jodoh ada nggak?” tanyanya kembali dengan nada penasaran.
“Ada,
Bro!” jawabku yang menyebabkan mukanya tambah terheran-heran. “Mulai sekarang,
gue udah ketagihan baca buku ini, Men. Baca Qur’an! Kalo misalkan gue baca nih
buku, rasanya semua energi negatif dalam diri gue hilang dan berubah menjadi
positif!”
“Beneran
lo, Bro? Mau dong gue pinjem bukunya!” pintanya sambil mencoba meraih Al-Qur’an
dari tanganku.
“Eits,
enak aja mau pinjem.. beli dong, Bro!” elakku.
Ia
terbengong seketika sembari menatapku. “Tapi, kan....”
“Tapi
apa?” sambarku seketika. “Kan tadi gue janjiin lo buat traktir maen game. Nah,
duit lo nanti dipake buat beli Qur’an. Gitu maksud gue!”
“Yaelah..
segitunya lo, Bro....”
“Segitunya
apa?” tantangku kepadanya. “Berdasarkan Qur’an, sebagai umat Islam itu kita
bersaudara. Wajib mengingatkan dalam kebaikan, fastabiqul khairat! Berlomba-lomba dalam kebaikan. Gitu lho maksud
gue!”
Andre
menutup mukanya dengan sebelah tangannya. Sembari tertawa, setitik air mata
turun dari mata beningnya. “Hah, sial lo, Bro. Jadi terjebak dalam kebaikan
gini gue....”
“Hehe,
jangan nangis, Bro. Hidayah itu bisa datang kapan saja dan dimana saja. Mumpung
lagi bulan Ramadhan juga, sudah saatnya kita untuk terus menambah amal kebaikan
dan timbangan untuk bekal di akhirat nanti.” Tutupku.
Maka
hari itu kami berdua berjanji untuk ber-fastabiqul
khairat dan mendalami Al-Qur’an. Kami berencana mengikuti program penghapal
Qur’an dan menjadi seorang penjaga (tahfidz)
Qur’an. Bersama dengan senandung Al-Qur’an di bulan Ramadhan ini, nada dan
irama dalam hidup kami pun telah berubah. Berubah menjadi lebih baik dalam
mendekatkan diri pada Ilahi Rabbi. Insya
Allah.[]
Bekasi, 15 Juli 2015
================================================================
Cerpen ini diadaptasi dari film pendek "Anti Qur'an" yang digawangi oleh WANT Production. Cerpen ini juga pernah diikutsertakan juga dalam lomba di blog kalam.upi.edu. Semoga cerpen ini bermanfaat bagi pembaca maupun penulisnya, aamiin :)
@agi_eka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar