RESENSI BUKU "PUTUSIN NGGAK, YA?"
Pengarang :
Edi Akhiles
Tebal Buku :
252 halaman
Harga Buku :
Rp. 38.000,-
Penerbit :
Penerbit Safirah
Tahun Terbit :
Juni, 2014
“Don’t judge a book
from it’s cover,” mungkin itulah
istilah yang tepat untuk memaknai buku ini. Di saat semua orang ramai-ramainya
membicarakan fiqh pacaran dan perbedaannya dengan istilah ta’aruf, para ustadz dan ustadzah sedang gembar-gembornya mempromosikan
untuk “Menikah Muda,” maka disini Edi Akhiles hadir dengan membawa warna serta gagasan
baru yang dikemas dalam bukunya “Putusin Nggak, Ya?”
Buku
yang terbit setahun silam ini memang sempat menuai kontroversi pada awal
peluncurannya. Pasalnya di saat semua orang telah melabeli pacaran dengan hukum
dasar “Haram”, Edi justru membuat tagline baru yakni: “Katanya, Pacaran Itu
Haram, Ya?” ; “Putusin Nggak, Ya?” ; “Sebagian Bentuknya Haram, Sebagian
lainnya Halal.” Hal ini tentu menimbulkan keresahan di mata publik, “Maksudnya
apa to, jelas-jelas haram. Apalagi yang
mau dibilang halal?” Begitulah respon sekejap dari beberapa orang yang fanatik
terhadap hukum tersebut.
Pada
awalnya saya pun sempat bingung, tidak bisa berkata dan berkomentar apapun
terhadap statement orang-orang yang saya lihat di berbagai media sosial. Hingga
pada suatu ketika, akhirnya saya berkesempatan untuk bertemu langsung dan men-khatam-kan buku tersebut tepat pada hari
ini. Perlu diketahui terlebih dahulu bahwa dalam buku ini terdapat enam bab
utama, yakni: “Cinta dan Syahwat itu Sunatullah, Lho.” ; “Jatuh Cinta Itu
Sunatullah Lho, Kalau Jatuh Syahwat... Ehmmm...” ; “Putusin Nggak, Ya? Duh,
Plis Help Me.... (Katanya Pacaran Itu Haram, Ya?)” ; “Beneran, Sudah Siap
Menikah?” ; “Menikah Bisa Buatmu Kaya? Yuk, Cermati...” ; dan “Penutup.”
Pada dasarnya,
bagian pembuka dari buku ini pertama-tama menjelaskan terlebih dahulu perihal
cinta dan syahwat. Apa yang membedakan kedua hal tersebut, bagaimana cara kita menyikapinya,
hingga hal-hal yang harus kita lakukan setelahnya. Barulah di bagian ketiga
dibahas secara tuntas perihal tagline
buku ini yaitu, “Putusin Nggak,Ya?” dengan disertai contoh-contoh konkret akan
perilaku remaja masa kini dan dilengkapi oleh ilustrasi yang menarik. Edi
berpendapat bahwa proses pacaran itu sebenarnya boleh dan sah-sah saja,
“Asalkan” memenuhi beberapa persyaratan tertentu.
Di
bagian keempat dan kelima pun lagi-lagi Edi menguatkan agar kita tidak begitu
saja mengikuti tren anak muda saat ini. Dengan alasan menghindari pacaran dan
zina, akhirnya kita pun langsung mengambil keputusan untuk menikah sesegera
mungkin. Memang tidak salah sih, tapi harus kita ingat juga bahwa menikah itu bukan
hanya masalah hasrat seksualitas semata. Akan tetapi ia juga butuh persiapan lainnya,
baik secara psikologis, ekonomis, sosial, ilmu, hingga agama. Secara
terang-terangan, Edi memang menohok langsung Arif Rahman Lubis selaku penulis
buku “Halaqah Cinta” yang menggebu-gebu menyampaikan, “Tunggu Apa Lagi?”.
Sementara pandangan Edi dalam bukunya yakni, “Tidak ada kata telat untuk kata
menikah, karena menikah bukan tentang umur sekian, tetapi soal kesiapan.”
Sebagai pamungkas, di akhir buku ini Edi
mengutip satu dalil yang pernah disampaikan oleh Imam Syafi’i yaitu, “Kebenaran
dalam pandanganku mengandung satu kesalahan dalam pandangan orang lain. Dan,
kebenaran dalam pandangan orang lain mengandung satu kesalahan dalam
pandanganku.” Edi hanya ingin menyampaikan sebuah spirit dinamika pemikiran
Islam, bahwa dalam menyikapi sebuah
masalah hukum Islam (Fiqh) baiknya
kita memang memiliki khazanah pandangan pemikiran yang berimbang saja, tidak
tunggal, agar tidak jadi a single school
of thought. Oleh karena itu, buku yang disebut sebagai tandingan akan Fiqh Felix (“Udah Putusin Aja!”) dan Arif
Rahman Lubis (@TeladanRasul) hadir membawa wajah baru terhadap fiqh pacaran dengan menggunakan metode
kontekstualis, bukan literalis seperti yang digunakan mayoritas orang lainnya.
Saya
sarankan anda semua membaca terlebih dahulu buku ini sebelum benar-benar men-judge apakah pemikiran dari founder DIVA Press Group ini memang
benar ataukah salah. Sejujurnya, Edi pun hanya ingin menyampaikan masalah furu’ (cabang) yang menggelisahkan kita
selama ini dengan cara yang berbeda, yakni dengan gaya penyajian “aku-kamu”, easy reading, plus ilustrasi-ilustrasi
yang unyu. Tujuan utamanya pun bagi
saya cukup mulia karena ia ingin menyampaikan Islam yang Rahmatan Lil Alamin dengan caranya tersendiri. Semoga kita dapat
mengambil hikmah dan pelajaran dari buku ini sebelum akhirnya menyimpulkan
suatu fiqh bahwa, “Pacaran dalam
sebagian bentuknya itu haram, namun dalam sebagian bentuk lainnya itu halal.”
(Edi Akhiles, 2014).
Bekasi, 13 Juli
2015
kak bisa menjelaskan tentang beografi si penulis,
BalasHapusnggak?