Cerpen ini gue dedikasikan yang pertama tentunya buat Allah SWT yang telah memberikan kesempatan buat gue sampai detik ini untuk tetap bernafas dan sehat walafiat (buat para muslim, yuk sama" ucapkan hamdalah "alhamdulilahirabbil'alamin"), untuk orang tua gue yang udah mengurusi gue selama ini sampe anaknya bisa bikin cerita ini.. kepada para pembaca blog gue, buat semua temen-temen gue, en semua yang kenal sama gue deh pokoknya.. hehe
Gak usah lama-lama, sok aja di baca..
Mudah-mudahan kalian suka dengan ceritanya :)
Penulis : M. Ginanjar Eka Arli
Jurusan:
Pendidikan Matematika-B'11
Di
Balik Semua Peristiwa
“Adiiiiii…
Cepat bangun sekarang juga! Sudah
jam berapa ini nak.. Kau belum sholat kan??”
“Emmmhhh,,, masih ngantuk Buuu…”
jawab Adi setengah melindur.
“Ya ampun,
ini anak kebangetan banget ya… Jadi
bingung juga harus bagaimana lagi agar dia mau sholat…”
***
Waktu menunjukkan pukul 9.30 dan
akhirnya Adi mulai beranjak dari tempat tidurnya. Ia mencuci mukanya dan segera
bersiap-siap untuk berangkat kuliah.
“Gak mandi
lagi??” Tanya Ibu ketika Adi turun dari kamarnya di lantai 2.
“Males ah bu,, udah telat.” Jawab
Adi sekenanya.
Lalu ia mengambil kunci mobil dan
meninggalkan Ibunya yang menggeleng-gelengkan kepalanya melihat kelakuan dari
Adi.
Adi memang seorang anak dari
keluarga yang cukup kaya raya. Ayahnya adalah seorang pengusaha sukses yang
memiliki perusahaan internasional dalam urusan hubungan perdagangan luar
negeri. Sedangkan Ibunya adalah seorang Ibu rumah tangga yang telah mengurus
Adi dari sejak kecil hingga saat ini. Sungguh beruntung Adi lahir dalam
keluarga yang bahagia seperti ini.
Sayang seribu sayang, Adi tidak
menunjukkan rasa syukurnya terhadap keluarga ini. Setiap hari ia pulang larut
malam, ibadahnya selalu ditinggalkan, dan kerjanya hanya berfoya-foya dengan
uang hasil kerja keras dari ayahnya.
Pada suatu malam, Ibu Adi
mengajak bicara Adi saat anaknya tersayang baru saja pulang.
“Di, kamu yakin akan terus hidup
kayak gini? Ingatlah nak.. Tak selamanya Ayah bisa menafkahi keluarga
kita. Suatu saat nanti engkaulah yang
akan menggantikan Ayah untuk mencari uang makan kita sehari-hari.”
“Ahhh.. nanti ajalah Bu kalo mau
ngomongin yang gitu-gituan.. Adi capek!”
“Tapi Di,,, Ibu belum selesai
berbicara nak…”
“Ibu cerewet! Hidup-hidup Adi
kok.. Gak usahlah Ibu terlalu ngurusin Adi! Adi udah bukan anak
kecil lagi sekarang.. Adi udah gede!”
“Adi !!”
Brak!! Suara
pintu ditutup dengan kerasnya dan lagi-lagi Adi meninggalkan Ibunya seorang
diri. Ibunya pun menangis sedih melihat kelakuan anaknya yang seperti ini.
“Ya Allah.. Ampunilah segala kelakuan dari
anakku.. Bukakanlah hati dia agar ia sadar dengan kehidupan yang fana ini.”
Dengan menghapus air mata, Ibu
Adi pun mengambil wudhu dan bergegas untuk sholat malam.
***
Pada suatu hari, datang kabar buruk
untuk keluarga Adi. Sang Ayah, seorang pengusaha terbesar di kotanya, dituduh
terlibat dalam kasus korupsi. Para polisi pun datang menuju kediaman Adi
sekeluarga untuk mengamankan sang tersangka kasus korupsi tersebut.
Pada saat itu, Adi sedang tertidur
nyenyak hingga tidak sadar apa yang terjadi.
“Tok Tok Tok!” Terdengar suara
seseorang mengetuk pintu.
“Yaa,, siapa ya?” sambut Ibu Adi
sambil hendak membuka pintu.
Ketika pintu dibuka, terlihat
beberapa orang polisi di hadapan Ibu Adi.
“Mohon maaf, apakah Pak Aldiano
ada? Kami dari pihak kepolisian membawa surat penahanan dan akan membawa beliau
menuju kantor polisi untuk diinterogasi.”
“Ada apa
pak? Kenapa ini? Suami saya terlibat apa hingga harus ke kantor polisi?” Tanya Ibu kebingungan akan situasi
yang tiba-tiba ini.
“Tolong jangan mempersulit kami
Bu, kami hanya menjalankan perintah.”
“Tapi pak…”
Belum sempat Ibu Adi menahan para
polisi tersebut, Ayah Adi tiba-tiba datang karena mendengar suara-suara ribut
di depan pintu rumahnya. Ia sempat kaget melihat para polisi berseragam lengkap
di dalam rumahnya sendiri. Setelah mendengar penjelasan dari para polisi tersebut,
Ayah Adipun bersedia ikut untuk diinterogasi.
“Suamiku.. Jangan pergi meninggalkan kami sendiri disini.. Kami membutuhkanmu..”
“Tenanglah Bu,
Ayah yakin masalah ini akan cepat selesai dan Ayah akan segera pulang.”
“Arrgghhh ada apa sih ini ribut-ribut dari pagi?? Masih
ngantuk nih!!” Teriak Adi dari lantai atas tanpa tahu apa-apa.
Setelah mencerna apa yang ada di hadapannya, Adipun mulai
sadar ada sesuatu yang tidak beres disini.
“Bu.. Ini kenapa banyak polisi di rumah kita? Ayah?
Kenapa Ayah sama polisi ?? Ada apa ini sebenarnya??”
“Nak,, Ayahmu.. di bawa polisi karena terlibat kasus korupsi.” Isak Ibu Adi sambil menangis.
“Ayah? Korupsi?? Pak Polisi! Ayah saya tidak mungkin
terlibat kasus korupsi!! Tidak
mungkin!!”
“Maaf dik, kami hanya menjalankan
perintah.” Ucap salah satu polisi.
“Tapi..
Tapi… Ayah! Ayah jangan mau di bawa sama para polisi ini! Ayah tidak
bersalah!!”
“Ya nak.. Tenanglah, Ayah tidak bersalah. Dan Ayah akan
segera pulang setelah menyelesaikan permasalahan ini di pengadilan.”
“Ayaaaaahhhh!!!”
***
Setelah Ayahnya dibawa oleh pihak kepolisian, ternyata
kehidupan Adi menjadi jauh berbeda. Perusahaan Ayahnya yang dulu terkenal
sekarang seperti ayam yang kehilangan induknya. Lambat laun perusahaan itupun bangkrut dan mengalami
kerugian yang besar.
Kini Adi dan Ibunya tinggal dalam
sebuah rumah kontrakan di suatu daerah yang terpencil. Adi kurang bisa menerima
kenyataan yang tiba-tiba ini. Suatu malam ia mengeluh kepada Ibunya.
“Bu! Kenapa sih kita harus hidup
kayak gini sekarang?? Setelah Ayah pergi kehidupan kita jadi jauh berbeda! Adi
gak punya mobil lagi! Adi gak bisa seneng-seneng lagi! Pokoknya Adi mau Ibu
cari uang yang banyak buat Adi !!”
Mendengar
perkataan Adi itu, terbesit kesedihan di
dalam hati Ibu Adi. Akan tetapi dengan lembut ia berkata kepada anaknya, “Yang
sabar ya nak.. Insya Allah Ibu akan selalu berusaha untuk
membahagiakanmu nak.”
Akhirnya demi memenuhi tuntutan dari anaknya, Ibu Adipun
mulai bekerja banting tulang agar Adi bisa bahagia dan ceria kembali. Di dalam
pikirannya hanyalah mendapatkan uang sebanyak-banyaknya tanpa memikirkan
keadaannya sendiri. Untuk Adi. Untuk Adi. Itulah yang selalu ada di dalam
pikirannya setiap dia bekerja.
Hari demi hari berganti, pekerjaan demi pekerjaan silih
berganti dilakukan oleh Ibu Adi untuk mendapatkan uang yang banyak. Dari
mencuci, memasak, bersih-bersih, pokoknya pekerjaan apapun yang bisa dilakukan
akan dilakukan oleh Ibu Adi. Sedangkan Adi? Ia sendiri bersenang-senang dengan
uang hasil kerja keras Ibunya tanpa tahu sebesar apa pengorbanan Ibunya untuk
mendapatkan uang tersebut.
Suatu ketika, saat Adi baru saja pulang entah darimana,
ia kaget melihat Ibunya terbaring lemas di tempat tidur.
“Ibu??
Ibu kenapa??” Tanya Adi spontan melihat keadaan Ibunya.
“Gak papa nak.. Ibu mungkin cuma
sedikit capek aja karena kebanyakan kerja. Kalo udah sembuh Ibu akan kembali
mencarikan uang lagi kok untuk kamu.”
“Bu,, Bu,, Kita ke dokter aja ya Bu?
Adi takut Ibu kenapa-kenapa..”
“Jangan Di, sayang uangnya.. Nih
untuk kamu aja ya. Mudah-mudahan uang ini bisa ngebuat kamu bahagia lagi.” Ucap
Ibu Adi sambil menyerahkan beberapa lembar uang kepada Adi.
“Tapi Bu.. Adi gak tega ngeliat kalo
Ibu sakit.. Pokoknya sekarang kita ke dokter!”
Kemudian dengan sedikit memaksa
akhirnya Adi membawa Ibunya ke dokter terdekat. Namun ajal tak dapat ditolak.
Beberapa hari kemudian Ibu Adi meninggal karena lelah yang berkepanjangan. Hati
Adi serasa hancur karena ditinggalkan oleh orang yang paling menyayanginya.
Dengan kesedihan yang mendalam ia mengantarkan jenazah Ibunya ke tempat
peristirahatan terakhirnya.
***
Semenjak kematian Ibunya, Adi
menjadi murung. Seakan-akan kepribadian lamanya telah hilang, ia yang tadinya
aktif dan bersemangat menjadi pendiam dan pesimistis. Tiap malam ia hanya
mengeluh dan mengeluh. “Ya Allah!! Kenapa engkau merebut semua kebahagiaanku!! Kenapa
engkau tidak ambil saja diriku ini!! Kenapa harus Ibuku!? Ayahku!? Kedua orang
tua yang selalu menyayangiku!?? KAU TIDAK ADIL!!!”
***
Dalam suasana hatinya yang sedang galau, Adi melewati
sebuah Masjid dekat daerah kontrakannya. Di masjid itu ia mendengar seorang
Ustad sedang berceramah kepada para muslim lainnya. Entah mengapa hatiAdi
sedikit tertarik dengan Ustad ini dan dia berharap mendapatkan sedikit
pencerahan kali ini.
“Assalamualaikum Ustad..” kata Adi.
“Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.. Apakah anda
memanggil saya dik?” Jawab sang Ustad.
“Iya ‘tad.. Maaf sebelumnya mengganggu waktu Ustad. Saya
ingin bertanya beberapa hal kepada Ustad?”
“Ooo.. Ya
tentu saja boleh dik. Sebelumnya kalo boleh tahu nama adik siapa ya?”
“Nama saya Adi ‘tad”
“Baiklah dik Adi, adik bisa memanggil saya Ustad Jeffry.”
“Baiklah Ustad Jeffry. Begini saya
mau bertanya kepada ustad, sebagai hamba Allah kita pasti diuji. Pertanyaan
saya, untuk apa sih sebenarnya kita diuji ‘tad?”
“Begini dik Adi, Allah berfirman
dalam Al Qur’an surat Al-Ankabut ayat 2-3 yang artinya “Apakah manusia mengira
bahwa mereka akan dibiarkan hanya dengan mengatakan, “Kami telah beriman,” dan
mereka tidak diuji? Dan sungguh, Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka,
maka Allah pasti mengetahui orang-orang yang benar dan pasti mengetahui
orang-orang yang dusta.”
“Jadi dari ayat ini kita bisa
mengambil kesimpulan bahwa Allah menguji hambanya adalah untuk melihat apakah
mereka benar-benar beriman kepada-Nya atau tidak.”
“Begitukah ‘tad? ..Lalu ‘tad, saya
merasa telah diuji oleh Allah,, Tapi kenapa saya tidak pernah mendapatkan apa
yang saya inginkan?? Tidak hanya itu , bahkan Allah juga mengambil kedua orang
tua saya!!”
“Dalam surat Al Baqarah ayat 216,
Allah SWT berfirman: “Diwajibkan atas kamu berperang, padahal itu tidak menyenangkan
bagimu. Tetapi boleh jadi kamu menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu. Dan
boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah
mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”
“Percayalah dik Adi, Allah Maha Tahu
akan segala sesuatu. Maka yang diberikan-Nya adalah memang yang terbaik
bagimu.”
“Tapi ’tad.. Saya merasa ujian ini
sangat berat bagi saya! Saya letih menghadapi semua ini!!”
“Dik
Adi, “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan
kesanggupannya. Dia mendapat (pahala) dan (kejahatan) yang diperbuatnya.”Allah
itu Maha Adil, Dia tahu sampai dimana batasan engkau sanggup menerima ujian
untuk menguji keimananmu.”
“’Tad.. saya merasa tidak sanggup
untuk menjalani semua ini..Berat sekali untuk saya rasanya… Saya merasa sangat
frustasi!! Saya rasa saya sudah tidak bisa bertahan lagi!!”
“Ingatkah adik dengan surat Al-Imran
ayat 139 ? ”Dan janganlah kamu (merasa) lemah, dan jangan (pula) bersedih hati,
sebab kamu paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang yang beriman.” Ingatlah
juga firman Allah dalam surat Yusuf: 87 yang artinya “Wahai anak-anakku!
Pergilah kamu, carilah (berita) tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu
berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya yang berputus asa dari rahmat
Allah, hanyalah orang-orang yang kafir.”
“Astaghfirullahaladzim,, Jadi
bagaimanakah seharusnya sikap saya untuk menghadapi ujian yang diberikan Allah
SWT kepada saya ini ‘tad?”
“Dalam surat Al-Imran ayat 200,
Allah berfirman “Wahai orang-orang yang beriman! Bersabarlah kamu dan
kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiaga-siaga (di perbatasan negerimu) dan
bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.” ..Juga dalam surat Al Baqarah
ayat 45. “Dan mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. Dan
(shalat) itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk.”
“Lalu ‘tad,
apa yang bisa saya dapat dari semua ini??”
“Ketahuilah Dik Adi, «Sesungguhnya Allah
membeli dari orang-orang mukmin, baik diri maupun harta mereka dengan
memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang di jalan Allah; sehingga mereka
membunuh atau terbunuh,(sebagai) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat,
Injil,dan Al-Qur’an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya selain Allah?
Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan demikian
itulah kemenangan yang agung.”
“Jadi ‘tad.. kepada siapakah saya
harus berharap sekarang ini?”
“At-Taubah ayat 129, “Maka jika
mereka berpaling (dari keimanan), maka katakanlah (Muhammad),”Cukuplah Allah
bagiku; tidak ada Tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakal, dan Dia
adalah Tuhan yang memiliki ‘Arsy (singgasana) yang agung.”
Mendengar hal tersebut Adi
langsung menangis karena teringat dengan orang tuanya. Ia berteriak kencang
sekencang-kencangnya dan berkata, “Ya Allah.. Ampunilah hamba-Mu yang hina ini
ya Allah.. Hamba sadar telah banyak dosa yang hamba lakukan.. Hamba telah
melupakan-Mu bahkan membenci-Mu! Hamba bertaubat ya Allah.. Hamba mohon ampun
kepadaMu.. Semoga Engkau masih berkenan untuk memaafkan hamba..”
Ustad Jeffry pun tersenyum mendengar
hal tersebut dan berkata kepada Adi, “Alhamdulilah jika dik Adi sudah tersadar.
Saya yakin taubat dik Adi pasti diterima oleh Allah SWT. “Sungguh Allah lebih
bergembira ketika ada hamba-Nya yang bertaubat atas dosa yang dilakukannya.”
Kebetulan sekarang sudah masuk waktu Ashar, mari kita sholat dulu. Apakah adik
mau menjadi muadzin?”
“Iya ‘tad. Saya siap!” Jawab Adi
sambil tersenyum. “Dan kalau boleh.. saya ingin meminta izin sesuatu kepada
ustad?”
“Hmm apakah hal tersebut dik?”
“Saya mohon izin untuk tinggal di
Masjid ini dan menjadi seorang Marbot Masjid
‘tad. Mungkin hanya hal ini yang bisa saya lakukan untuk menebus semua
kesalahan dan dosa-dosa saya selama saya hidup ini.”
“Subhanallah.. Tentu saja saya
mengizinkan jika dik Adi sendiri tidak keberatan.”
“Tentu saja tidak ‘tad, kan saya
sendiri yang menawarkan diri.. hehe” Seru Adi sambil tersenyum.
***
Selama beberapa bulan setelah Adi
menjadi Marbot di Masjid tempat ia bertemu dengan Ustad Jeffry, ia benar-benar
menjalankan kewajibannya sebagai muslim. Ia selalu sholat 5 waktu tepat pada
waktunya, dan tak ketinggalan juga ibadah sunnah lainnya.
Hari demi hari ia jalani dengan
dibimbing Ustad Jeffry. Sedikit demi sedikit ia mulai mencoba menghapalkan dan
memahami maksud sesungguhnya dari tiap surat dan tiap ayat dari Al Qur'an.
Mungkin karena bakatnya juga, dengan mudah Adi cepat belajar dan
perkembangannya sangat pesat sekali.
Suatu ketika Ustad Jeffry mencoba
mendaftarkan Adi untuk menerima Beasiswa Tahfidz Qur'an ke Universitas Al Azhar
Kairo. Adi hanya tertawa saja dan tidak terlalu berfikir bahwa ia pantas untuk
menerima beasiswa tersebut. Akan tetapi, Allah berkata lain. Ketika
pengumumannya telah keluar, ternyata Adi menjadi salah satu yang menerima beasiswa
untuk berkuliah ke Mesir ! Subhanallah.. Maha Suci Allah atas segala nikmat dan
karunia-Nya.
Kini ia menyadari bahwa sesungguhnya
Allah selalu menyiapkan segala sesuatu yang diperlukannya. Allah tidak memberi
apa-apa yang kita inginkan, tapi Allah memberi apa-apa yang kita butuhkan.
Menyadari hal ini Adi selalu bersyukur karena hanya dengan syukur itulah maka
Allah akan menambah nikmat kita berlipat ganda.
“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami
akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka
sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS. Ibrahim [14]: 7)
Allahu’alam
Bisshowab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar