Selasa, 03 April 2012

Di Balik Semua Peristiwa

Dalam rangka mengikuti lomba di program tutorial Universitas Pendidikan Indonesia, akhirnya gue coba ngebuat suatu cerpen yang bertemakan : "Bersyukur itu Manis."

Cerpen ini gue dedikasikan yang pertama tentunya buat Allah SWT yang telah memberikan kesempatan buat gue sampai detik ini untuk tetap bernafas dan sehat walafiat (buat para muslim, yuk sama" ucapkan hamdalah "alhamdulilahirabbil'alamin"), untuk orang tua gue yang udah mengurusi gue selama ini sampe anaknya bisa bikin cerita ini.. kepada para pembaca blog gue, buat semua temen-temen gue, en semua yang kenal sama gue deh pokoknya.. hehe

Gak usah lama-lama, sok aja di baca..
Mudah-mudahan kalian suka dengan ceritanya :)

Penulis : M. Ginanjar Eka Arli
Jurusan: Pendidikan Matematika-B'11

                                    Di Balik Semua Peristiwa

“Adiiiiii… Cepat bangun sekarang juga! Sudah jam berapa ini nak.. Kau belum sholat kan??” 

“Emmmhhh,,, masih ngantuk Buuu…” jawab Adi setengah melindur.

“Ya ampun, ini anak kebangetan banget ya… Jadi bingung juga harus bagaimana lagi agar dia mau sholat…”

                                                                                          ***

Waktu menunjukkan pukul 9.30 dan akhirnya Adi mulai beranjak dari tempat tidurnya. Ia mencuci mukanya dan segera bersiap-siap untuk berangkat kuliah.

“Gak mandi lagi??” Tanya Ibu ketika Adi turun dari kamarnya di lantai 2.

“Males ah bu,, udah telat.” Jawab Adi sekenanya.

Lalu ia mengambil kunci mobil dan meninggalkan Ibunya yang menggeleng-gelengkan kepalanya melihat kelakuan dari Adi.

Adi memang seorang anak dari keluarga yang cukup kaya raya. Ayahnya adalah seorang pengusaha sukses yang memiliki perusahaan internasional dalam urusan hubungan perdagangan luar negeri. Sedangkan Ibunya adalah seorang Ibu rumah tangga yang telah mengurus Adi dari sejak kecil hingga saat ini. Sungguh beruntung Adi lahir dalam keluarga yang bahagia seperti ini.

Sayang seribu sayang, Adi tidak menunjukkan rasa syukurnya terhadap keluarga ini. Setiap hari ia pulang larut malam, ibadahnya selalu ditinggalkan, dan kerjanya hanya berfoya-foya dengan uang hasil kerja keras dari ayahnya.

Pada suatu malam, Ibu Adi mengajak bicara Adi saat anaknya tersayang baru saja pulang.

“Di, kamu yakin akan terus hidup kayak gini? Ingatlah nak.. Tak selamanya Ayah bisa menafkahi keluarga kita.  Suatu saat nanti engkaulah yang akan menggantikan Ayah untuk mencari uang makan kita sehari-hari.”

“Ahhh.. nanti ajalah Bu kalo mau ngomongin yang gitu-gituan.. Adi capek!”

“Tapi Di,,, Ibu belum selesai berbicara nak…”

“Ibu cerewet! Hidup-hidup Adi kok.. Gak usahlah Ibu terlalu ngurusin Adi! Adi udah bukan anak kecil lagi sekarang..  Adi udah gede!”

            “Adi !!”

Brak!! Suara pintu ditutup dengan kerasnya dan lagi-lagi Adi meninggalkan Ibunya seorang diri. Ibunya pun menangis sedih melihat kelakuan anaknya yang seperti ini.

“Ya Allah.. Ampunilah segala kelakuan dari anakku.. Bukakanlah hati dia agar ia sadar dengan kehidupan yang fana ini.”

Dengan menghapus air mata, Ibu Adi pun mengambil wudhu dan bergegas untuk sholat malam.

                                                                                    ***

            Pada suatu hari, datang kabar buruk untuk keluarga Adi. Sang Ayah, seorang pengusaha terbesar di kotanya, dituduh terlibat dalam kasus korupsi. Para polisi pun datang menuju kediaman Adi sekeluarga untuk mengamankan sang tersangka kasus korupsi tersebut.

            Pada saat itu, Adi sedang tertidur nyenyak hingga tidak sadar apa yang terjadi.

            “Tok Tok Tok!” Terdengar suara seseorang mengetuk pintu.

“Yaa,, siapa ya?” sambut Ibu Adi sambil hendak membuka pintu.

Ketika pintu dibuka, terlihat beberapa orang polisi di hadapan Ibu Adi.

“Mohon maaf, apakah Pak Aldiano ada? Kami dari pihak kepolisian membawa surat penahanan dan akan membawa beliau menuju kantor polisi untuk diinterogasi.”

            “Ada apa pak? Kenapa ini? Suami saya terlibat apa hingga harus ke kantor polisi?” Tanya Ibu kebingungan akan situasi yang tiba-tiba ini.

“Tolong jangan mempersulit kami Bu, kami hanya menjalankan perintah.”

“Tapi pak…”

            Belum sempat Ibu Adi menahan para polisi tersebut, Ayah Adi tiba-tiba datang karena mendengar suara-suara ribut di depan pintu rumahnya. Ia sempat kaget melihat para polisi berseragam lengkap di dalam rumahnya sendiri. Setelah mendengar penjelasan dari para polisi tersebut, Ayah Adipun bersedia ikut untuk diinterogasi.

            “Suamiku.. Jangan pergi meninggalkan kami sendiri disini.. Kami membutuhkanmu..”

             “Tenanglah Bu, Ayah yakin masalah ini akan cepat selesai dan Ayah akan segera pulang.”

            “Arrgghhh ada apa sih ini ribut-ribut dari pagi?? Masih ngantuk nih!!” Teriak Adi dari lantai atas tanpa tahu apa-apa.

            Setelah mencerna apa yang ada di hadapannya, Adipun mulai sadar ada sesuatu yang tidak beres disini.

            “Bu.. Ini kenapa banyak polisi di rumah kita? Ayah? Kenapa Ayah sama polisi ?? Ada apa ini sebenarnya??”

            “Nak,, Ayahmu.. di bawa polisi karena terlibat kasus korupsi.” Isak Ibu Adi sambil menangis.

            “Ayah? Korupsi?? Pak Polisi! Ayah saya tidak mungkin terlibat kasus korupsi!! Tidak mungkin!!”

            “Maaf dik, kami hanya menjalankan perintah.” Ucap salah satu polisi.

            “Tapi.. Tapi… Ayah! Ayah jangan mau di bawa sama para polisi ini! Ayah tidak bersalah!!”

            “Ya nak.. Tenanglah, Ayah tidak bersalah. Dan Ayah akan segera pulang setelah menyelesaikan permasalahan ini di pengadilan.”

            “Ayaaaaahhhh!!!”

                                                                                ***

            Setelah Ayahnya dibawa oleh pihak kepolisian, ternyata kehidupan Adi menjadi jauh berbeda. Perusahaan Ayahnya yang dulu terkenal sekarang seperti ayam yang kehilangan induknya. Lambat laun perusahaan itupun bangkrut dan mengalami kerugian yang besar.

            Kini Adi dan Ibunya tinggal dalam sebuah rumah kontrakan di suatu daerah yang terpencil. Adi kurang bisa menerima kenyataan yang tiba-tiba ini. Suatu malam ia mengeluh kepada Ibunya.

            “Bu! Kenapa sih kita harus hidup kayak gini sekarang?? Setelah Ayah pergi kehidupan kita jadi jauh berbeda! Adi gak punya mobil lagi! Adi gak bisa seneng-seneng lagi! Pokoknya Adi mau Ibu cari uang yang banyak buat Adi !!”

            Mendengar perkataan Adi itu, terbesit kesedihan di dalam hati Ibu Adi. Akan tetapi dengan lembut ia berkata kepada anaknya, “Yang sabar ya nak.. Insya Allah Ibu akan selalu berusaha untuk membahagiakanmu nak.”

            Akhirnya demi memenuhi tuntutan dari anaknya, Ibu Adipun mulai bekerja banting tulang agar Adi bisa bahagia dan ceria kembali. Di dalam pikirannya hanyalah mendapatkan uang sebanyak-banyaknya tanpa memikirkan keadaannya sendiri. Untuk Adi. Untuk Adi. Itulah yang selalu ada di dalam pikirannya setiap dia bekerja.

            Hari demi hari berganti, pekerjaan demi pekerjaan silih berganti dilakukan oleh Ibu Adi untuk mendapatkan uang yang banyak. Dari mencuci, memasak, bersih-bersih, pokoknya pekerjaan apapun yang bisa dilakukan akan dilakukan oleh Ibu Adi. Sedangkan Adi? Ia sendiri bersenang-senang dengan uang hasil kerja keras Ibunya tanpa tahu sebesar apa pengorbanan Ibunya untuk mendapatkan uang tersebut.

            Suatu ketika, saat Adi baru saja pulang entah darimana, ia kaget melihat Ibunya terbaring lemas di tempat tidur.

            “Ibu?? Ibu kenapa??” Tanya Adi spontan melihat keadaan Ibunya.

            “Gak papa nak.. Ibu mungkin cuma sedikit capek aja karena kebanyakan kerja. Kalo udah sembuh Ibu akan kembali mencarikan uang lagi kok untuk kamu.”

            “Bu,, Bu,, Kita ke dokter aja ya Bu? Adi takut Ibu kenapa-kenapa..”

            “Jangan Di, sayang uangnya.. Nih untuk kamu aja ya. Mudah-mudahan uang ini bisa ngebuat kamu bahagia lagi.” Ucap Ibu Adi sambil menyerahkan beberapa lembar uang kepada Adi.

            “Tapi Bu.. Adi gak tega ngeliat kalo Ibu sakit.. Pokoknya sekarang kita ke dokter!”

            Kemudian dengan sedikit memaksa akhirnya Adi membawa Ibunya ke dokter terdekat. Namun ajal tak dapat ditolak. Beberapa hari kemudian Ibu Adi meninggal karena lelah yang berkepanjangan. Hati Adi serasa hancur karena ditinggalkan oleh orang yang paling menyayanginya. Dengan kesedihan yang mendalam ia mengantarkan jenazah Ibunya ke tempat peristirahatan terakhirnya.

                                                                                ***

            Semenjak kematian Ibunya, Adi menjadi murung. Seakan-akan kepribadian lamanya telah hilang, ia yang tadinya aktif dan bersemangat menjadi pendiam dan pesimistis. Tiap malam ia hanya mengeluh dan mengeluh. “Ya Allah!! Kenapa engkau merebut semua kebahagiaanku!! Kenapa engkau tidak ambil saja diriku ini!! Kenapa harus Ibuku!? Ayahku!? Kedua orang tua yang selalu menyayangiku!?? KAU TIDAK ADIL!!!”

                                                                                ***

            Dalam suasana hatinya yang sedang galau, Adi melewati sebuah Masjid dekat daerah kontrakannya. Di masjid itu ia mendengar seorang Ustad sedang berceramah kepada para muslim lainnya. Entah mengapa hatiAdi sedikit tertarik dengan Ustad ini dan dia berharap mendapatkan sedikit pencerahan kali ini.

            “Assalamualaikum Ustad..” kata Adi.

            “Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.. Apakah anda memanggil saya dik?” Jawab sang Ustad.

            “Iya ‘tad.. Maaf sebelumnya mengganggu waktu Ustad. Saya ingin bertanya beberapa hal kepada Ustad?”

“Ooo.. Ya tentu saja boleh dik. Sebelumnya kalo boleh tahu nama adik siapa ya?”

            “Nama saya Adi ‘tad”

            “Baiklah dik Adi, adik bisa memanggil saya Ustad Jeffry.”

            “Baiklah Ustad Jeffry. Begini saya mau bertanya kepada ustad, sebagai hamba Allah kita pasti diuji. Pertanyaan saya, untuk apa sih sebenarnya kita diuji ‘tad?”

            “Begini dik Adi, Allah berfirman dalam Al Qur’an surat Al-Ankabut ayat 2-3 yang artinya “Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya dengan mengatakan, “Kami telah beriman,” dan mereka tidak diuji? Dan sungguh, Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka Allah pasti mengetahui orang-orang yang benar dan pasti mengetahui orang-orang yang dusta.”

“Jadi dari ayat ini kita bisa mengambil kesimpulan bahwa Allah menguji hambanya adalah untuk melihat apakah mereka benar-benar beriman kepada-Nya atau tidak.”

            “Begitukah ‘tad? ..Lalu ‘tad, saya merasa telah diuji oleh Allah,, Tapi kenapa saya tidak pernah mendapatkan apa yang saya inginkan?? Tidak hanya itu , bahkan Allah juga mengambil kedua orang tua saya!!”

            “Dalam surat Al Baqarah ayat 216, Allah SWT berfirman: “Diwajibkan atas kamu berperang, padahal itu tidak menyenangkan bagimu. Tetapi boleh jadi kamu menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu. Dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”

            “Percayalah dik Adi, Allah Maha Tahu akan segala sesuatu. Maka yang diberikan-Nya adalah memang yang terbaik bagimu.”

            “Tapi ’tad.. Saya merasa ujian ini sangat berat bagi saya! Saya letih menghadapi semua ini!!”

            Dik Adi, Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Dia mendapat (pahala) dan (kejahatan) yang diperbuatnya.”Allah itu Maha Adil, Dia tahu sampai dimana batasan engkau sanggup menerima ujian untuk menguji keimananmu.”

“’Tad.. saya merasa tidak sanggup untuk menjalani semua ini..Berat sekali untuk saya rasanya… Saya merasa sangat frustasi!! Saya rasa saya sudah tidak bisa bertahan lagi!!”

            “Ingatkah adik dengan surat Al-Imran ayat 139 ? ”Dan janganlah kamu (merasa) lemah, dan jangan (pula) bersedih hati, sebab kamu paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang yang beriman.” Ingatlah juga firman Allah dalam surat Yusuf: 87 yang artinya “Wahai anak-anakku! Pergilah kamu, carilah (berita) tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya yang berputus asa dari rahmat Allah, hanyalah orang-orang yang kafir.”

            “Astaghfirullahaladzim,, Jadi bagaimanakah seharusnya sikap saya untuk menghadapi ujian yang diberikan Allah SWT kepada saya ini ‘tad?”

            “Dalam surat Al-Imran ayat 200, Allah berfirman “Wahai orang-orang yang beriman! Bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiaga-siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.” ..Juga dalam surat Al Baqarah ayat 45. “Dan mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. Dan (shalat) itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk.”

            “Lalu ‘tad, apa yang bisa saya dapat dari semua ini??”

            “Ketahuilah Dik Adi, «Sesungguhnya Allah membeli dari orang-orang mukmin, baik diri maupun harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang di jalan Allah; sehingga mereka membunuh atau terbunuh,(sebagai) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil,dan Al-Qur’an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya selain Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan demikian itulah kemenangan yang agung.”

                Jadi ‘tad.. kepada siapakah saya harus berharap sekarang ini?

                At-Taubah ayat 129, “Maka jika mereka berpaling (dari keimanan), maka katakanlah (Muhammad),”Cukuplah Allah bagiku; tidak ada Tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakal, dan Dia adalah Tuhan yang memiliki ‘Arsy (singgasana) yang agung.”

Mendengar hal tersebut Adi langsung menangis karena teringat dengan orang tuanya. Ia berteriak kencang sekencang-kencangnya dan berkata, “Ya Allah.. Ampunilah hamba-Mu yang hina ini ya Allah.. Hamba sadar telah banyak dosa yang hamba lakukan.. Hamba telah melupakan-Mu bahkan membenci-Mu! Hamba bertaubat ya Allah.. Hamba mohon ampun kepadaMu.. Semoga Engkau masih berkenan untuk memaafkan hamba..”

            Ustad Jeffry pun tersenyum mendengar hal tersebut dan berkata kepada Adi, “Alhamdulilah jika dik Adi sudah tersadar. Saya yakin taubat dik Adi pasti diterima oleh Allah SWT. “Sungguh Allah lebih bergembira ketika ada hamba-Nya yang bertaubat atas dosa yang dilakukannya.” Kebetulan sekarang sudah masuk waktu Ashar, mari kita sholat dulu. Apakah adik mau menjadi muadzin?”

            “Iya ‘tad. Saya siap!” Jawab Adi sambil tersenyum. “Dan kalau boleh.. saya ingin meminta izin sesuatu kepada ustad?”

            “Hmm apakah hal tersebut dik?”

            “Saya mohon izin untuk tinggal di Masjid ini dan menjadi seorang Marbot Masjid ‘tad. Mungkin hanya hal ini yang bisa saya lakukan untuk menebus semua kesalahan dan dosa-dosa saya selama saya hidup ini.”

            “Subhanallah.. Tentu saja saya mengizinkan jika dik Adi sendiri tidak keberatan.”

            “Tentu saja tidak ‘tad, kan saya sendiri yang menawarkan diri.. hehe” Seru Adi sambil tersenyum.

                                                                                ***

            Selama beberapa bulan setelah Adi menjadi Marbot di Masjid tempat ia bertemu dengan Ustad Jeffry, ia benar-benar menjalankan kewajibannya sebagai muslim. Ia selalu sholat 5 waktu tepat pada waktunya, dan tak ketinggalan juga ibadah sunnah lainnya. 

            Hari demi hari ia jalani dengan dibimbing Ustad Jeffry. Sedikit demi sedikit ia mulai mencoba menghapalkan dan memahami maksud sesungguhnya dari tiap surat dan tiap ayat dari Al Qur'an. Mungkin karena bakatnya juga, dengan mudah Adi cepat belajar dan perkembangannya sangat pesat sekali.

            Suatu ketika Ustad Jeffry mencoba mendaftarkan Adi untuk menerima Beasiswa Tahfidz Qur'an ke Universitas Al Azhar Kairo. Adi hanya tertawa saja dan tidak terlalu berfikir bahwa ia pantas untuk menerima beasiswa tersebut. Akan tetapi, Allah berkata lain. Ketika pengumumannya telah keluar, ternyata Adi menjadi salah satu yang menerima beasiswa untuk berkuliah ke Mesir ! Subhanallah.. Maha Suci Allah atas segala nikmat dan karunia-Nya.

            Kini ia menyadari bahwa sesungguhnya Allah selalu menyiapkan segala sesuatu yang diperlukannya. Allah tidak memberi apa-apa yang kita inginkan, tapi Allah memberi apa-apa yang kita butuhkan. Menyadari hal ini Adi selalu bersyukur karena hanya dengan syukur itulah maka Allah akan menambah nikmat kita berlipat ganda.

             “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS. Ibrahim [14]: 7)

            Allahu’alam Bisshowab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar