Selasa, 30 Juli 2013

Cheff Kehidupan

Bismillahirrahmanirrahim..

Sahabatku, Pernahkah kalian makan di restoran? Dengan berbagai menu masakan yang ada.. Dengan berbagai hidangan lezat yang tersedia.. Hmm seakan” membuat lidah kita bergoyang dan menari” di rongga mulut kita :D

Sekali lagi, pernahkah kalian berfikir siapa yang memasak ini semua? Masakan selezat itu hanya bisa dimasak oleh seorang koki yang handal, atau bahasa lainnya yaitu Cheff.

Kalau kita lihat di tv, mungkin kita sering melihat acara-acara tentang lomba memasak, dimana sesama Cheff saling bertempur dalam hal memasak untuk mempertahankan gelar yang dimilikinya. Betapa hebat dan semangatnya mereka dalam lomba memasak tersebut seakan-akan itu adalah lomba yang mempertaruhkan segalanya bagi mereka.

Salah satu hal terpenting dari seorang Cheff yaitu masalah Rasa. Cheff yang handal adalah seseorang yang mampu merasakan rasa dari masakan yang dibuatnya. Pahit, Manis, Asam, Asin, Gurih, bahkan sampai masakan yang tidak berasa, ia harus mampu merasakannya. Karena itulah seorang Cheff harus memiliki lidah dan intuisi yang tajam.

Begitupun dalam hal kehidupan. Betapa seorang manusia harus mampu merasakan ‘rasa’ yang dialaminya dalam hidup ini. Susah, senang, sedih, bahagia, gembira, suka, duka, tangis, tawa, canda gurau, dan lain sebagainya. Dalam hal ini manajemen Qalbu adalah hal yang penting untuk dimilikinya.

Manajemen Qalbu berbicara tentang bagaimana kita mengatur hati, mengendalikan jiwa, keinginan, fikiran, jiwa, dan raga kita agar tidak keluar dari jalur yang seharusnya. Dimana jalur yang sebenar-benarnya jalur adalah jalur untuk bertakwa kepada Allah SWT. Sebagai manusia yang baik, tentulah kita harus mengerti benar tentang konsep manajemen Qalbu ini.

Jika kita berkaca terhadap teori pendidikan, konsep manajemen Qalbu ini mulai dapat dibangun semenjak remaja ke atas. Usia inilah yang wajib kita waspadai karena akan banyak godaan terhadap kaum remaja, baik ikhwan maupun akhwat, salah satunya adalah untuk berhubungan di luar pertemanan, atau istilah lainnya pacaran.

Secara estimologis, Islam tidak pernah mengajarkan untuk pacaran, kecuali pacaran setelah menikah. Karena walaupun banyak orang berpendapat pacaran itu bermanfaat, akan tetapi jika kita tinjau ulang kembali, sebenarnya pacaran pun masih lebih banyak mudaharatnya ketimbang manfaatnya. Termasuk saya sendiripun hampir saja terjebak kembali dalam jerat setan ini -_-"

Untuk itu, mari kita sama-sama menjaga diri, dan semoga kita tetap dalam lindungan-Nya, untuk senantiasa memegang teguh prinsip ‘tidak berpacaran sebelum menikah’. Mari kita sama-sama nikmati semua rasa yang ada dengan belajar menjadi seorang Cheff Kehidupan, dan selanjutnya bersabarlah, karena Allah menyukai orang-orang yang bersabar :-)

Insya Allah, Allah akan mempertemukan kita dengan jodoh kita masing-masing di saat yang tepat, di tempat yang tepat, dan kondisi yang tepat, yaitu ketika kita memang telah siap dan telah sanggup untuk mengemban amanah tersebut. Aamiin Yaa Rabbal Alamin.

Allahu ‘alam bisshawab.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar